Ilustrasi. (BP/Ant)

LONDON, BALIPOST.com – Varian virus corona yang baru diidentifikasi menyebar di Afrika Selatan memunculkan kekhawatiran bagi Inggris pada Kamis (25/11). Karena, varian ini memungkinkan membuat vaksin kurang efektif dan membahayakan upaya untuk memerangi pandemi.

Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) mengatakan varian baru virus corona, yang disebut B.1.1.529, memiliki sebuah protein paku yang sangat berbeda dengan yang ada pada virus corona asli, yang menjadi dasar pembuatan vaksin COVID-19.

“Ini adalah varian paling signifikan yang kami temui hingga saat ini dan penelitian mendesak sedang dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut tentang penularan, tingkat keparahan, dan kerentanannya terhadap vaksin,” kata Kepala Eksekutif UKHSA Jenny Harries, dikutip dari kantor berita Antara.

Baca juga:  Berlaku Mulai 28 Februari, Menkumham Keluarkan Permen Baru Cegah Virus Corona

Varian B.1.1.529 pertama kali diidentifikasi pada awal pekan ini, tetapi Inggris segera memberlakukan pembatasan perjalanan dari Afrika Selatan dan lima negara tetangganya.

Inggris bertindak jauh lebih cepat daripada saat penanganan varian Delta yang saat ini kasusnya sedang dominan. “Apa yang kami ketahui adalah ada sejumlah besar mutasi, mungkin dua kali lipat jumlah mutasi yang kami lihat pada varian Delta,” kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid kepada sejumlah media penyiar.

“Dan mutasi itu akan menunjukkan bahwa varian baru itu mungkin lebih menular dan vaksin saat ini yang kita miliki mungkin kurang efektif,” ujarnya.

Inggris mengumumkan untuk sementara waktu melarang penerbangan dari Afrika Selatan, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho dan Eswatini mulai pukul 12.00 (waktu setempat) pada Jumat (25/11). Selain itu, pelancong Inggris yang kembali dari negara-negara tersebut harus dikarantina.

Baca juga:  AS akan Wajibkan Pengunjung Asing Divaksin Penuh

Javid mengatakan diperlukan lebih banyak data tentang varian itu, tetapi pembatasan perjalanan akan tetap diterapkan sebagai tindakan pencegahan. Para ilmuwan mengatakan studi laboratorium diperlukan untuk menilai kemungkinan mutasi virus yang dapat mengakibatkan kemanjuran vaksin sangat berkurang.

Sebelumnya pada Kamis (25/11), para ilmuwan Afrika Selatan mengatakan mereka telah mendeteksi varian baru COVID-19 dalam jumlah kecil dan sedang berupaya untuk memahami implikasi potensialnya. Varian B.1.1.529 juga telah ditemukan di Botswana dan Hong Kong, tetapi Badan Keamanan Kesehatan Inggris mengatakan tidak ada kasus varian tersebut yang terdeteksi di Inggris.

Baca juga:  Studi Sebut Subvarian Delta di Inggris Kelihatannya Lebih Menular

Ahli epidemiologi Imperial College London, Neil Ferguson, mengatakan bahwa varian B.1.1.529 memiliki jumlah mutasi yang “belum pernah terjadi sebelumnya” pada protein paku dan mendorong peningkatan pesat jumlah kasus COVID-19 baru-baru ini di Afrika Selatan. “Oleh karena itu, langkah pemerintah (Inggris) untuk membatasi perjalanan dengan Afrika Selatan adalah hal yang bijaksana,” katanya.

“Namun, kami belum memiliki perkiraan yang dapat diandalkan tentang sejauh mana varian B.1.1.529 dapat lebih menular atau lebih resisten terhadap vaksin. Jadi masih terlalu dini untuk dapat memberikan penilaian berbasis bukti tentang risiko dari varian ini,” ujar Ferguson. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN