Oleh I Kadek Darsika Aryanta
Tema utama peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 adalah “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan”. Memulihkan ini dapat diinterpretasikan sebagai pemulihan memerdekakan guru yang terkukung dalam bingkai sakitnya administrasi yang tak berujung dan juga memulihkan pendidikan yang terseok-seok oleh pandemi Covid-19.
Langkah yang dilakukan oleh pemerintah melalui program merdeka belajar oleh Mas Menteri Nadiem Makariem selama 2 tahun belakangan ini perlu kita refleksi bersama agar ide besar ini bisa menjadi lebih berdampak kepada siswa itu sendiri. Lalu apakah merdeka belajar ini sudah berdampak langsung kepada guru itu sendiri?
Bagaimana ungkapan “guru tanpa tanda jasa” bisa menjadi salah satu ungkapan yang ternyata mengungkung kemerdekaan guru dalam hal pengembangan profesi bahkan berujung pada
kesejahteraannya? Ungkapan ini sangat bagus, namun realitasnya di zaman sekarang masih terjadi miskonsepsi yang merugikan guru itu sendiri.
Guru sekarang menjadi objek, bukan subjek dalam
pengubah Pendidikan. Guru kadang digunakan sebagai komoditi politik untuk kepentingan populis segelintir orang. Sampai saat ini, hak-hak guru masih terkesan diabaikan.
Padahal guru adalah profesi melakukan praktik yang menggunakan kompetensi dan kode etik profesi. Sehingga dapat dikatakan bahwa guru adalah profesi yang berat.
Karena guru merupakan profesi yang berat dan terus bertumbuh maka pengembangan profesi guru wajib dilakukan oleh guru. Pada saat mengembangkan profesi, juga dapat direfleksikan bahwa pengembangan profesi ini tidak hanya mengejar sertifikat saja tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan akan hal yang perlu dikembangkan oleh guru itu sendiri.
Lazim dalam sebuah seminar ditemukan bahwa guru sertifikat merupakan sebuah keharusan. Kebiasaan mengikuti pelatihan hanya untuk menemui memenuhi
syarat kepangkatan. Sebagai bentuk pengembangan profesi yang berkelanjutan terdapat beberapa hal kunci yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan guru yang pertama adalah kemerdekaan guru dalam mengembangkan kompetensinya.
Guru diberikan kesempatan seluas-luasnya dalam menentukan tujuanya. Kesempatan pengembangan kompetensi yang relevan sesuai dengan kebutuhannya menjadi hal yang cukup mendasar bagi guru agar mampu bisa lebih berkembang sesuai dengan ritme pembelajarannya tersendiri.
Hal lain yang bisa dilakukan dalam pengembngan profesi adalah kolaborasi. Kolaborasi akan memberikan kesempatan berkontribusi dalam mengerjakan proyek bersama.
Pengembangan kompetensi guru harus berdasarkan kepada kebutuhan. Peserta akan hadir dan belajar karena memang kebutuhan pelajar itu sendiri.
Pelatihan guru akan menjadi lebih inklusif di mana pendidikan dari beragam jenjang bidang studi bisa karena memiliki kebutuhan yang sama. Walaupun kita sering kalah di fase tertentu, kita tidak mudah menyerah.
Kita akan selalu mencari cara agar bisa melalui walaupun gagal berkali-kali. Kenapa kita bisa bersemangat itu dan mencoba berkali-kali walau sering gagal karena kita tahu tujuannya.
Tujuan yang jelas akan membuat kita fokus. Begitu juga dengan pembelajaran di kelas. Apakah kita sudah menyampaikan tujuan kepada murid di awal?
Jika sudah, pertanyaan berikutnya apakah tujuan yang
disampaikan sudah disesuaikan dengan murid
yang belajar? Sudah relevan dan sudah rinci sehiingga dipahami oleh murid? atau jangan-jangan
tujuan pembelajaran yang disampaikan hanya
melihat pada RPP yang ada di internet?
Beberapa hal yang kurang tepat kita lakukan sebagai guru di kelas diantaranya adalah tidak kontekstual. Tugas yang diberikan kepada siswa langsung saja disalin dari buku paket dan tidak ada kaitanya dengan lingkungan murid.
Padahal konteks dalam tugas ataupun soal sangatlah penting bagi siswa karena akan mampu meningkatkan pemahamanya kepada siswa itu sendiri.
Selain itu kita sebagai guru tidak melihat kompetensi awal murid. Kita sering kali langsung memberikan
tes atau materi yang belum tentu mereka siap.
Pemetaan kompetensi awal bertujuan untuk
memetakan kemampuan semua siswa di kelas secara cepat, mengetahui siswa yang sudah paham, agak paham, dan siapa saja yang belum paham. Dengan demikian guru dapat menyesuakan materi pembelajaran dengan kemampuan siswa.
Beberapa refleksi tersebut dapat dijadikan sebagai momentum untuk: Meningkatkan mutu, kualitas, kesejahteraan, perlindungan bagi guru dan tenaga kependidikan secara komprehensif, dan meningkatkan profesionalisme guru untuk mendidik putra putri menjadi pelajar Pancasila sejati.
Penulis, Guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMN Bali Mandara