Aparat gabungan berjaga saat pelaksanaan Ngerebong di Kesiman, Minggu (28/11). (BP/sue)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kober atau bendera sesuhunan Pura Meregan sudah dipundut menuju Pura Petilan Kesiman sejak pukul 08.00 WITA, Minggu (28/11). Ini, merupakan pertanda prosesi Ngerebong sudah dimulai.

Kehadiran kober warna merah, putih, dan hijau ini diikuti sesuhunan berupa pratima dan patapakan ida bhatara lainnya di wilayah Kesiman yang meliputi 34 banjar, dua desa dan satu kelurahan.

Ritual Ngerebong masyarakat Kesiman tahun ini  berbeda dengan prosesi sebelum COVID-19. Masyarakat Kesiman harus mengikuti protokol kesehatan.

Baca juga:  Minggu Besok, Krama Kesiman Ngarebong

Selain tetap memperhatikan protokol kesehatan, jam sembahyang pemedek diatur secara bergilir. Persembahyangan umat diawali warga Kesiman Petilan sejak pukul 10.00 WITA, dilanjutkan siang hari warga Kelurahan Kesiman, dan terakhir warga Kesiman Kertalangu.

Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya kerumunan. Sementara puncak prosesi digelar sekitar pukul 17.00 WITA.

Menurut Bendesa Desa Adat Kesiman, I Ketut Wisna didampingi Wakil Bendesa, Gede Anom Ranuara, tradisi ngerebong harus dilaksanakan. Ini merupakan tradisi rutin yang digelar setiap enam bulan sekali tepatnya pada Redite Pon Medangsia.

Baca juga:  Ritual Mistis di Eks Kawasan Taman Festival Padanggalak Dibubarkan

Prosesi ini sempat dilakukan secara ngubeng pada tahun lalu. Sejumlah pemangku sempat mengalami kerauhan yang memberi pesan niskala tradisi ini tak boleh ditiadakan.

Karena secara niskala warga Kesiman melakukan pembersihan dan keharmonisan bhuwana alit dan bhuwana agung. Makanya, rapat prajuru dan kelihan banjar di Desa Adat Kesiman memutuskan pangrebongan dilaksanakan seperti biasa namun dengan memperhatikan protokol kesehatan ketat.

Ngerebong adalah salah satu tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Bali, khususnya oleh masyarakat yang ada di Desa Kesiman, Denpasar.
Anom yang juga budaywan itu menjelaskan
Pangerebongan bertujuan untuk mengingatkan umat Hindu melalui media ritual sakral.

Baca juga:  Diduga Syok dan Trauma Gunung Agung Erupsi, Ribek Meninggal di RSUP Sanglah

Untuk memelihara keharmonisan hubungan antarmanusia dengan Tuhannya. Kemudian antara manusia dengan sesama, serta manusia dengan alam lingkungannya. (Sueca/balipost)

BAGIKAN