Tangkapan layar konferensi pers terkait respons pemerintah menghadapi varian Omicron, Minggu (28/11). (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dunia dan Indonesia sudah jauh lebih canggih dan cepat mendeteksi varian baru COVID-19. Hal ini terlihat saat varian B.1.1.529 dideteksi dan ditetapkan menjadi variant of concern (VOC) oleh WHO dalam hitungan hari. Demikian dikemukakan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangan pers virtualnya, Minggu (28/11).

Ia menjelaskan Omicron memiliki lebih dari 30 mutasi pada spike protein. Ditekankannya hingga saat ini belum ditemukan indikasi bahwa varian Omicron ini meningkatkan keparahan.

Tapi, dalam hal transmisi penularan, kemungkinan besar lebih cepat. Varian ini juga kemungkinan bisa menurunkan efikasi dari antibodi yang terbentuk karena infeksi maupun vaksin.

Disampaikannya terdapat 9 negara yang melaporkan kasus Omicron. Sedangkan 4 negara masih melaporkan kasus probable. Total ada 128 kasus Omicron terkonfirmasi yang telah dilaporkan.

Paling banyak ada di Afrika Selatan, sebanyak 99 kasus. Kemudian disusul Botswana sebanyak 19 kasus. Inggris, Hong Kong, dan Australia, masing-masing 2 kasus. Sedangkan Italia, Israel, Belgia, dan Republik Ceko melaporkan 1 kasus.

Untuk 4 negara yang masih melaporkan kasus probable adalah Belanda sebanyak 61 kasus, Jerman (3), Denmark (2), dan Austria (1).

Baca juga:  Pasien Sembuh Bertambah Hampir 3 Kali Lipat Kasus Baru, Dua Zona Orange Penyumbang Terbanyak

Jangan Panik

Budi mengimbau kepada seluruh pihak untuk tidak perlu panik terhadap kabar kemunculan Omicron. “Jadi jangan terlalu panik terburu-buru dan mengambil kebijakan yang tidak berbasis data,” katanya.

Budi mengatakan sejumlah negara yang paling berisiko mengimpor kasus Omicron ke Indonesia di antaranya Hongkong, Itali, Inggris dan Afrika Selatan sebab paling banyak memiliki jadwal penerbangan menuju Indonesia. Untuk negara-negara yang probable paling tinggi frekuensi penerbangannya dari Belanda, Jerman dan Denmark.

Kebijakan pengetatan bagi pelaku perjalanan internasional, lanjut Menkes, juga dilakukan Indonesia pada daerah yang berbatasan dengan pelabuhan, bandar udara dan jalur darat. “Karena pengalaman kita di Delta justru masuknya dari laut, kita jaga di sana. Kita akan pastikan semua kantor karantina pelabuhan, udara, laut dan darat bekerja dengan keras,” katanya.

Khusus bagi pelaku perjalanan internasional yang terkonfirmasi positif COVID-19, kata Budi, harus dilakukan tes whole genome sequencing (WGS). “Sehingga kita tahu apakah ada varian baru atau tidak,” katanya.

Budi memastikan hingga saat ini varian baru Omicron belum muncul di Indonesia. Namun seluruh pihak terkait telah diarahkan untuk mengamati secara optimal varian Omicron.

Baca juga:  Kembali, Dua Kabupaten Laporkan Nihil Tambahan Kasus COVID-19

Epidemiolog Universitas Indonesia, Prof. Iwan Ariawan menilai langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperketat kedatangan perjalanan internasional sudah tepat. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini menilai bahwa Indonesia perlu hati-hati dalam menyikapi varian Omicron. “Kita perlu berhati-hati, jadi kita ambil tindakan supaya varian ini tidak masuk dan menyebar,” ujarnya.

Karena ini merupakan varian baru yang informasinya akan terus berkembang, dalam 2 minggu ke depan akan dilihat perkembangannya. Dia mengatakan saat ini yang perlu diperhatikan oleh Indonesia adalah negara-negara yang telah ada transmisi komunitas dari Omicron ini.

“Artinya, yang dilarang masuk adalah yang sudah terjadi transmisi komunitas, sudah menyebar di populasi negara itu. Sedangkan di negara yang baru terdeteksi di pintu masuk, jadi ada orang asing masuk ke negara itu dan terdeteksi di karantinanya, itu tidak dilarang karena belum menyebar di populasi. Tapi kita perlu amati dan perlu segera ubah daftar negara-negara sesuai dengan perkembangan Omicron,” sarannya.

Baca juga:  Jumlah Kasus COVID-19 Harian Alami Penurunan, Tapi Hampir Capai 4.000 Orang

Terkait adanya dugaan varian ini menurunkan efikasi vaksin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan meminta agar masyarakat tidak langsung menjadi enggan vaksinasi. Sebab, sejauh ini, efikasi vaksin terhadap semua varian COVID-19 masih sangat baik. “Semua keputusan yang dibuat pemerintah itu berbasis data, bukan berbasis katanya,” ujar Luhut.

Ia mengatakan pandemi COVID-19 di Indonesia masih sangat terkendali. Langkah yang diambil pemerintah terkait pengetatan perjalanan internasional, menurutnya, sudah konservatif dan yang terbaik untuk saat ini.

Selain pengetatan kedatangan dari luar negeri, pemerintah akan terus mendorong disiplin protokol kesehatan dan penggunaan aplikasi PeduliLindungi terhadap berbagai relaksasi aktivitas masyarakat yang sudah dibuka oleh pemerintah. “Kami mohon sekali lagi supaya kita semua saling mengingatkan bahwa pemakaian masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, juga vaksinasi, itu betul-betul kita harus patuhi,” tegasnya.

Selain disiplin prokes, pemerintah juga terus mendorong percepatan vaksinasi. Terutama untuk lanjut usia, mengingat mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak COVID-19. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN