TABANAN, BALIPOST.com – Pertanian organik merupakan bisnis masa depan, seiring pola hidup sehat yang mulai kembali diterapkan oleh sejumlah negara termasuk di Bali. Cara berpikir petani dalam bercocok tanam kini harus mulai diarahkan untuk kebutuhan pasar, tidak hanya untuk kebutuhan pribadi petani. Potensi inilah yang dilirik petani di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang ikut berkomitmen mendukung program pemerintah yakni mewujudkan Bali Organik.
Ketua Shabantara Pekaseh Kecamatan Kediri, I Made Pedra mengatakan, tingginya pemanfaatan pupuk kimia termasuk obat-obatan pada lahan pertanian selama ini diakuinya telah mempercepat perkembangan penyakit pada manusia, lantaran produk pertanian yang dikonsumsi selama ini mengandung zat kimia. Selain juga tekstur tanah cepat rusak.
Untuk itu ia bersama para petani lainnya di kecamatan Kediri menganggap pertanian organik sangat penting, atau pertanian kembali ke alam harus digalakkan. “Usai dapat tambahan ilmu organik dengan Biodynamic (BD500) yang bahannya gampang dicari dan membuatnya lebih mudah dan sederhana, kami ingin coba terapkan di lahan pertanian kami, bahkan kami sudah memesan untuk bisa dapat tanduk sapi untuk bisa segera mencoba mengaplikasikan di lahan kami,” terangnya, disela pelatihan Biodinamik yang digelar Yayasan Darma Naradha, di Kantor BPP Kediri, Rabu (1/12).
Hanya saja memang untuk bisa menuju pertanian organik memang dilakukan secara bertahap. Awalnya di Kecamatan Kediri ada tiga subak yang menerapkan, yakni di Subak Bengkel, Subak Nyitdah III dan Subak Demung.
Hanya saja semangat dan niat para petani ini tak dibarengi dengan pemasaran yang bagus, alhasil mereka pun tidak bisa bertahan lama untuk pengembangan pertanian organik. “Hanya satu yang masih bisa terus eksis yakni di subak demung dan kini sudah mendapat sertifikat organik, karena kendala petani saat ini pada pemasaran. Namun kini dengan adanya lagi pertanian organik, kami harapkan pemerintah pastinya juga sudah menyiapkan kebijakan dalam hal membantu petani terkait dengan pemasaran,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Pekaseh Subak Mela, I Nengah Catra yang mengaku tertarik mencoba mengaplikasikan penggunaan Biodinamic karena dirasa lebih efisien dan pembuatan juga mudah.”Dari pelatihan saya lihat sistem Biodinamic ini lebih mudah. termasuk untuk mendapatkan bahan bakunya juga gampang karena banyak tersedia selama ini,” ucapnya.
Bercermin dari kondisi tersebut, menurutnya, selain berpotensi akan mampu menghasilkan produksi pertanian yang sehat dan berkualitas, dari sisi biaya dengan penggunaan sistem Biodinamic ini tidak membebani petani karena cukup murah. “Hanya saja memang butuh proses dan bertahap, tidak bisa langsung sepenuhnya organik,” jelasnya. (Puspawati/balipost)