Suasana ritual Mlehpeh Nyomya Sunya Jagat Kertih yang digelar Sabtu (4/12). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – PHDI Pusat bersama umat Hindu menggelar ritual nangluk merana, Sabtu (4/12). Upacara Mlehpeh Nyomya Sunya Jagat Kertih Manusa Kertih Meagama Santih ini dipuput oleh 20 orang sulinggih.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana, I Wayan Jondra, dengan upacara ini diharapkan terjadi hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Diharapkan, dengan upacara ini manusia terhindar atau diringankan dari dampak marabahaya bencana alam maupun COVID ini serta harmonis dalam pelaksanaan kegiatan keagamanan.

Upacara yang dilaksanakan di Pura Batu Bolong Canggu, Kabupaten Badung ini diikuti masyarakat adat Canggu, Pengurus PDHI Pusat dan utusan dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali. “Para Pandita muput tanpa pamrih dan bahkan ada yang turut berdana punia dalam bentuk banten, gambelan, konsumsi, publikasi dan sebagainya,” ujarnya.

Baca juga:  Petugas Jaga LP Perempuan Tertangkap Selundupkan Sabu

Dicontohkannya, Pinandita Sanggraha Nusantara Kota Denpasar menyumbang tari rejang sebagai bentuk sumbangan yang luar biasa dan mulia. Tarian sakral ini dipersembahkan kepada sang pencipta sebagai wujud bhakti kepada Nya. “Sumbangan yang tak ternilai adalah kesempatan yang diberikan oleh Desa Adat Canggu untuk memanfaatkan Wantilan Pura Batu Bolong yang megah ini untuk pelaksanaan upacara mlehpeh,” tegas Jondra, dalam rilis yang diterima.

Baca juga:  Soal Mahasabha Luar Biasa, FAHD Dukung Sikap PHDI Pusat

Dipilihnya Pantai Batu Bolong sebagai tempat melakukan kegiatan upacara kali ini, ditambahkannya, bukan tanpa sebuah proses. “Berkat hasil meditasi dan perjalanan yang sangat panjang dilakukan oleh Ida Pedande Gede Bang Buruan Manuaba, didapatlah pantai yang indah ini. Pantai ini memiliki aura magis yang sangat kuat, karena berada diantara dua pura besar yaitu Tanah Lot dan Uluwatu, yang keduanya dapat dilihat dengan mudah pada saat laut surut, demikian juga Gunung Agung sebagai tempat bersetananya Ratu Mas Meketel dapat dilihat dengan mudah dari pantai ini,” ungkapnya.

Baca juga:  PHDI Dukung Pemerintah Kuatkan Moderasi Beragama di Indonesia

Jondra menyampaikan upacara ini dilaksanakan berpedoman dengan Dresta Bali. Sehingga cukup banyak banten yang digunakan.

Jero Mangku Ketut Sumarya menyampaikan bahwa, ritual ini merupakan momen bersatunya masyarakat Hindu di Bali dan Indonesia. Untuk mewujudkan kedamaian dalam beragama dan menjalani kehidupan melalui sebuah upacara yang mengharmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam, baik yang kasat mata maupun sunia loka. (kmb/balipost)

BAGIKAN