Seminar virtual Joged Bumbung Melambung Menelikung. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perkembangan Tari Joged Bumbung sangat pesat. Namun sejak 2003, perkembangan tari ini menuju ke arah yang menelikung, hingga perlu dikembalikan lagi pada pakemnya.

Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri Desa Adar (Pakis MDA) Bali, Ny. Putri Koster yang diwakili Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani, Senin (6/12) dalam acara seminar virtual Joged Bumbung Melambung Menelikung menyampaikan, Joged Bumbung terus mengalami perkembangan seiring jalannya waktu. Sebagai sebuah tari balih-balihan memang tidak dapat dimungkiri tarian ini terus mengalami modifikasi dan percampuran dengan kebudayaan lainnya.

Fenomena yang kini terjadi maraknya penari-penari joged yang menggoyangkan pinggulnya secara berlebihan, terkesan erotis, dan tidak etis untuk dipentaskan. Begitu juga para pangibing, banyak melakukan aksi-aksi tak senonoh, menyentuh penari joged dan akhirnya mempertunjukkan tari Joged Bumbung yang kini dikenal sebagai joged jaruh, joged buang, joged porno, dan istilah lainnya.

Baca juga:  Pengungsi Mulai Pulang, 22 Perbekel Zona Merah Dikumpulkan

Bahkan perkembangan ini semakin meluas di masyarakat dengan didukung adanya pengunggahan video tari joged tersebut pada kanal YouTube atau media sosial lainnya. Penontonnya pun banyak, bahkan anak-anak di bawah umur.

Joged Bumbung sejak tahun 2015 telah diakui sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO sebagai tari pergaulan untuk hiburan masyarakat Bali. Sehingga patut dihormati, dilindungi, dan dilestarikan keberadaanya sesuai Visi Pembangunan Daerah Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.

Baca juga:  Harga Melambung, Bawang Putih Capai Rp 45 Ribu Per Kilo

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha menyebut dari hasil wawancaranya dengan penari joged, alasan  menari joged bumbung porno adalah karena ekonomi dan uang. Jika tidak menari erotis maka daya tarik dan bayarannya kecil.

Sehingga permintaan menari joged bumbung porno juga merupakan permintaan masyarakat. “Ujungnya muncul motif lain tidak hanya memunculkan nilai estetis tapi juga ekonomi dan aktualisasi diri, dan juga ada unsur memperhitungakan pasar,” ungkapnya.

Baca juga:  Empat Tahun Diterbitkan, Perda Terkesan Jadi “Macan Ompong”

Dosen ISI Denpasar Prof. I Wayan Dibia, Ph.D. menyebut, Joged Bumbung sebagai tari striptease Bali, karena mempertontonkan aksi-aksi erotis. “Tahun 1980-an mulai terlihat ada perubahan yang awalnya tari bernilai sensual semakin berkembang menjadi seksual sehingga muncul label sebagai tarian porno. Joged Bumbung sebagai tarian striptease Bali karena aksinya tidak jauh beda, hanya pakaiannya. Apa akan dibiarkan seperti ini?” tanyanya.

Untuk menjaga citra Joged Bumbung tanpa menutup ruang kreativitas, tari striptease Bali ini harus dihentikan. Karena aktivitas seni itu akan menjadi citra buruk bagi tari joged bumbung, budaya Bali dan masyarakat Bali. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN