DENPASAR, BALIPOST.com – Denpasar sebagai pusat ekonomi, pemerintah, pendidikan, serta industri menyebabkan kota ini diserbu kaum urban. Dampaknya alih fungsi cukup tinggi, terutama lahan pertanian.
Hal ini diakui Kepala Dinas Pertanian kota Denpasar, A.A. Gede Bayu Bramastha, Kamis (9/12). Bayu mengakui alih fungsi lahan di Kota Denpasar selama 4 tahun ini sangat tajam.
Ia mengutarakan lahan pertanian, khususnya persawahan di Denpasar pada 2018 sebanyak 2.170 menjadi 1.958 hektare di 2019. Artinya, ada pengurangan lahan pertanian dalam satu tahun sebesar 212 hektar.
Pembangunan perumahan dan tempat usaha cukup pesat yang tidak bisa dikontrol. Selain itu, pengaruh lainnya alih fungsi lahan karena minimnya penerus bertani.
Saat ini, yang tersisa menjadi petani hanya orangtua. “Alih fungsi lahan ini tidak bisa kami kontrol karena terlalu pesat pembangunan di Kota Denpasar. Selain itu juga generasi sudah hampir tidak ada yang bertani. Hanya tersisa orang tua saja sehingga mempertahankan lahan ini yang cukup susah,” ungkapnya.
Dikatakan, dari 2016 lahan yang ada di Denpasar mencapai 2.444 hektare, namun di 2017 menjadi 2.409 hektare. Setelah itu di 2018 juga kembali megalami penurunan yang tersisa hanya 2.170 hektare. Bahkan, di 2019, lahan pertanian di Kota Denpasar hanya tersisa sebanyak 1.958 hektare.
Di lihat dari jumlah subak, di Kecamatan Denpasar Timur dari 14 subak yang tersisa sebanyak 616 hektare. Denpasar Utara dari 10 subak yang masih aktif total lahan pertanian capai 589 hektare, Denpasar Barat dari 8 subak yang tersisa hanya 2017 hektare, dan Denpasar Selatan dari 10 subak yang tersisa hanya 536 hektare. (Asmara Putera/balipost)