Indonesia Fintech Summit 2021 digelar di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Sabtu (11 /12). (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Dukungan berkembangnya financial technology (Fintech) untuk penguatan ekonomi digital di Tanah Air terus dilakukan pemerintah bersama regulator terkait, OJK dan BI. Salah satu bentuk dukungan, menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dengan mengalokasikan anggaran puluhan triliun untuk pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Lanjut Sri Mulyani, saat pembukaan Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 yang digelar secara hybrid dari Nusa Dua, Sabtu (11/12), pemerintah juga akan terus memberikan dukungan melalui regulasi yang akomodatif. “Pemerintah menjadikan investasi pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu prioritas utama selain kesehatan dan pendidikan guna mengakselerasi penyediaan akses jaringan internet yang merata ke seluruh wilayah Indonesia. APBN 2022 telah mengalokasikan Rp25,4 triliun untuk melanjutkan berbagai program pembangunan infrastruktur TIK,” ungkapnya dalam rilis yang diterima.

Seiring dengan akselerasi adopsi Layanan Keuangan Digital dan perubahan perilaku masyarakat ke arah ekonomi digital, ia menilai sektor keuangan digital, termasuk fintech, memiliki potensi yang sangat besar.  Pemerintah dan regulator akan terus mendukung inovasi di sektor layanan keuangan digital agar dapat memberikan kontribusi positif yang lebih besar kepada perekonomian Indonesia.

“Di sisi lain, kita semua harus mengantisipasi model-model bisnis baru dari layanan keuangan digital agar dapat memberikan perlindungan konsumen yang semakin baik,” katanya.

Baca juga:  Terdampak Covid-19, Begini Pengakuan Pedagang Pasar Umum Semarapura

Di tengah masih adanya tantangan yang muncul dari pelaku industri ilegal, pemerintah secara tegas mengapreasiasi kontribusi nyata fintech sebagai mitra pemerintah dalam mendukung keberhasilan berbagai program. Program-program kemitraan dengan fintech yang mendapatkan apresiasi tinggi antara lain adalah penjualan SBN retail online melalui mitra distribusi fintech.

Disampaikan bahwa investor melalui media fintech tumbuh dari 7,9% pada ORI16 tahun 2019 menjadi 11,9% pada ORI17 di tahun 2020. Program kemitraan pemerintah dan fintech lainnya yang menuai keberhasilan adalah penyaluran bansos secara nontunai, terutama di masa pandemi. Tercatat, pendistribusian Kartu Pra-Kerja dengan 5,3 juta penerima baru memiliki rekening bank atau e-wallet setelah mengikuti program.

Di samping itu, terdapat pula peggunaan e-money untuk media pembayaran transportasi dan berbagai transaksi lainnya, serta pelaporan dan pembayaran pajak online.

Sehubungan dengan peningkatan peran fintech dalam mendukung penguatan ekonomi digital nasional berkelanjutan, Menkeu mengungkapkan kembali komitmen pemerintah Indonesia dalam terus melakukan langkah untuk “riding the waves” dari pengembangan teknologi yang begitu cepat.

“Ke depan, kami berharap peran fintech akan terus meningkat dan berkembang dalam upaya mereformasi dunia keuangan, bahkan memiliki andil dalam mendukung misi penanggulangan isu perubahan iklim. Saat ini dunia digital Indonesia berada di empat besar dunia dan mempunyai potensi yang sangat besar dari besarnya pasar, keterbukaan akan inovasi dan populasi yang mayoritas adalah usia produktif dan melek digital,” ujarnya.

Baca juga:  Sumbangan Pemilu Tak Signifikan Pengaruhi Ekonomi Bali

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa Bank Indonesia telah melakukan beberapa langkah dalam mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia. Yaitu, menerbitkan BSPI 2025 untuk menavigasi upaya reformasi struktural perekonomian Indonesia menuju transformasi digital, meluncurkan standarisasi nasional di sistem pembayaran berupa QRIS dan SNAP, mempersiapkan inovasi digital sistem pembayaran ritel dalam mewujudkan layanan sistem pembayaran yang cepat mudah murah andal melalui BI-FAST, melakukan reformasi pengaturan di sistem pembayaran, dan meningkatkan pelayanan program pemerintah melalui elektronifikasi penyaluran dana bansos.

“Untuk mengoptimalkan manfaat, Fintech tidak bisa sendirian. Harus ada sinergi dengan digital banking dan e-commerce yang potensi pasarnya besar untuk tumbuh optimal,” tegasnya.

Gubernur BI menambahkan agenda prioritas jalur keuangan dalam Presidensi G20 yang relevan dengan tugas BI antara lain normalisasi kebijakan moneter, penguatan digitalisasi sistem pembayaran, dan peningkatan sistem keuangan yang inklusif. Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan sebagai pengampu jalur keuangan di G20, mendorong showcasing kesuksesan Indonesia di dalam G20 melalui kolaborasi dengan industri, termasuk fintech untuk mendesain pertemuan dan webinar yang mendukung agenda prioritas jalur keuangan dalam presidensi G20.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan untuk mengoptimalkan berkah fintech, kebijakan OJK mengakomodasi pengembangan inovasi industri ini. Produk-produk keuangan yang dulu hanya dapat dikeluarkan oleh lembaga keuangan, saat ini dapat dikeluarkan oleh lembaga-lembaga non-keuangan seperti fintech.

Baca juga:  OJK Cabut Ijin Usaha BPR KS Bali Agung Sedana

Wimboh juga mengungkapkan bahwa fintech yang berbasis teknologi digital bahkan mampu memperluas jangkauan layanan keuangan yang selama ini terkendala faktor geografis. “Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi transaksi digital terbesar yaitu USD124 miliar. Kami pun mendorong sektor non-bank seperti fintech dan non-finansial seperti agrikultur, properti, kesehatan, hingga pendidikan untuk terintegrasi ke dalam satu ekosistem finansial. Recover Together, Recover Stronger,” kata Wimboh.

Guna mengoptimalisasi berkah atau dampak positif fintech untuk Indonesia, edukasi untuk tujuan peningkatan literasi masyarakat tetap menjadi hal yang kritikal. “Belum semua anggota masyarakat memahami apakah produk-produk keuangan sesuai dengan kebutuhan mereka atau tidak, legal atau ilegal, bagaimana melindungi data pribadi, hingga pemahaman terhadap suku bunga, keamanan siber, serta keseriusan dalam penegakan hukumnya,” ungkapnya.

Wimboh juga mengatakan perlu regulasi yang lengkap yang tidak hanya dari sektor finansial, namun antarpemangku kebijakan. “Sebab, enabler-nya banyak, ada robotic process automation, distribusi, konektivitas 5G, komputasi cloud, Internet of Things, big data analytic, hingga kecerdasan artifisial. Ini sebuah revolusi yang luar biasa yang membuat kami, OJK, optimistis akan mendukung terwujudnya visi Indonesia Emas 2045,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN