Hamparan lahan pertanian di Jatiluwih, Tabanan. (BP/Dokumen)

TABANAN, BALIPOST.com – Pertanian menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Tabanan, tak terkecuali di masa pandemi. Namun sayang, pengembangannya masih terkesan setengah hati. Buktinya, berbagai kendala klasik yang dihadapi petani di lumbung berasnya Bali ini belum bisa diselesaikan.

Ke depan, sinergi komponen terkait perlu diperkuat agar mampu menghasilkan peta jalan (road map) yang jelas terkait pembenahan dan pengembangan pertanian. Dengan begitu, pembenahan dari hulu hingga hilir dapat dijalankan secara berkelanjutan.

Ketua Komisi II DPRD Tabanan, I Wayan Lara mengungkapkan, sejatinya banyak hal yang perlu dibenahi. Tidak hanya di hilir atau pascapanen yang kerap didengungkan, di hulu khususnya menyangkut saluran irigasi pun ada banyak persoalan.

Sesuai laporan dari beberapa subak yang diterimanya, rata-rata jaringan irigasi di Tabanan dibangun sekitar tahun 1980. Saat ini kondisinya sebagian besar rusak. Selain itu, hampir seluruhnya mengalami pendangkalan.

Persoalan ini sangat disayangkan. Sebab, pengembangan pertanian mustahil dilakukan kalau irigasi bermasalah. Lara pun mendesak agar ada pembenahan secepatnya. Agar penataan dapat maksimal, perlu ada sinergi stakeholders terkait. Hal ini mengingat penataan saluran irigasi tidak hanya ranah pemerintah kabupaten, tetapi juga melainkan provinsi hingga pusat.

Baca juga:  Tuntut Perbaikan Jalan, Pemuda Selanbawak Gelar Aksi Telanjang Dada

Selain masalah irigasi, Lara menyampaikan masalah berikutnya adalah dari sisi produksi, terutama mengenai pupuk. Sudah banyak petani mengeluh kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Kuota pupuk bersubsidi sering tak sesuai kebutuhan. Kasus ini terjadi hampir tiap tahun.

Di sisi lain, program pertanian organik juga belum dikembangkan maksimal. Masalahnya, petani tidak benar-benar mendapat pendampingan dari pemerintah. “Dulu PPL sangat berperan. Kalau sekarang kurang. Jadi, jangan hanya di atas meja. Dengarkan petaninya. Teori kan hanya ilmunya, tapi yang pengalaman kan petaninya,” ujarnya.

Di hilir, masalah harga anjlok saat panen raya selalu terulang. Petani tentu tidak akan mampu mengelola hasil panen karena rantai distribusi demikian kompleks. Belum lagi masalah permainan para tengkulak. Jadi, jangankan meraup keuntungan besar, petani malah kerap merugi saat panen raya tiba. Maka, intervensi pemerintah sangatlah diperlukan. Regulasi terkait penggunaan produk pertanian lokal diharapkan diselaraskan dengan kebutuhan pasar. Kemudian, harus ada pengawasan agar ada jaminan aturan dijalankan.

Baca juga:  Dipanggil KPK, Novanto Pilih Hadiri Panen Raya

Lebih lanjut Lara menyebutkan, tahun 2022 mendatang, berbagai persoalan tersebut harus dibenahi secara bertahap. Namun, dalam hal ini sinergi komponen terkait perlu diperkuat. Tidak seperti sekarang yang kesannya hanya bergerak atas kepentingan lembaga, bukan kepentingan rakyat.

Sementara itu, Pekaseh Nyitdah III Kecamatan Kediri, I Made Pedra mengatakan, tata kelola pertanian di Tabanan sudah bagus. Meski diakuinya para petani masih kerap menghadapi tantangan yang biasanya hal itu datang dari kebijakan pemerintah pusat. “Misalnya tentang pupuk di mana ketentuannya dari pusat yang kerap masih membuat bingung para petani dalam pelaksanaannya di lapangan. Termasuk juga tentang kartu tani yang saya lihat masih kerap memicu sejumlah persoalan ke depannya, khususnya terkait dengan lahan,” terangnya.

Baca juga:  Perkuat Ketahanan Pangan, Ini Upaya Petani Tabanan

Menurut Pedra yang juga Ketua Sabhantara Kecamatan Kediri ini, jika memang ingin memajukan sektor pertanian, pemerintah harus mengetahui kebutuhan petani. Contohnya, stok pupuk idealnya berapa agar sesuai dengan kebutuhan tanaman, termasuk administrasi paling tidak bisa dipermudah untuk membantu petani. “Sistem agar dibuat lebih sederhana dan mudah dijangkau,” ucapnya.

Di tengah upaya Tabanan menjaga predikat lumbung beras Bali, Pedra mengatakan, membentengi sektor pertanian dari gempuran alih fungsi lahan harus ada aturan yang jelas. Diharapkan pula, subak diberikan kewenangan untuk membentengi diri agar tidak tergerus alih fungsi lahan pertanian. “Perarem yang mengatur tentang persubakan sudah ada di masing-masing subak. Akan tetapi, oknum investor kerap menggunakan aturan yang lebih tinggi untuk berkilah. Ini yang harus diantisipasi ke depannya jika ingin membentengi kawasan pertanian,” katanya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN