Seorang siswa SDN 3 Sempidi, Badung menutup mukanya saat menerima suntikan vaksin COVID-19, Rabu (15/12/2021). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Vaksinasi untuk anak usia 6 sampai 11 tahun secara serentak dicanangkan pada Selasa (14/12). Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sekaligus Ketua Pokja Imunisasi Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI), Cissy Kartasasmita mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 untuk anak 6-11 tahun.

Ia mengutarakan vaksin ini sangat ditunggu banyak orang tua. “Kami sangat menghargai upaya pemerintah. Sudah banyak orangtua yang menunggu nunggu, menanyakan ke dokternya, ke puskesmas dan sekolah-sekolah juga, bertanya kapan akan dilaksanakan. Apresiasi yang tinggi dari dokter anak
juga,” tutur Cissy dalam keterangan persnya.

Menjawab kekhawatiran para orangtua mengenai KIPI atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, Cissy menjelaskan bahwa efek samping yang ada ringan dan akan hilang dalam 2 hari-3 hari. “Efek samping yang dilaporkan, seperti rasa sakit pada tempat penyuntikan, kemerahan sedikit, bengkak, semua ringan dan hilang 2-3 hari. Secara umum, demam yang mungkin menyertai juga tidak tinggi. Bila ada sakit badan dan lemas, itu juga ringan,” bebernya.

Namun demikian, ia menganjurkan setelah vaksinasi COVID-19, anak tetap diminta cukup istirahat dan dipantau gejala yang mungkin timbul. Cissy juga mengatakan bahwa bahwa vaksinasi COVID-19 bagi anak usia 6-11 tahun perlu dilaksanakan, meski jumlah anak yang sakit akibat COVID-19 tidak setinggi dan gejalanya tidak seberat orang dewasa. “Biasanya ringan-ringan saja, tapi cukup mengkhawatirkan kalau jumlahnya mencapai 10 persen saja dari seluruh yang positif,” tutur Cissy.

Baca juga:  Harga Cabai di Karangasem Tembus Rp 80 Ribu per Kilogram

Ia menambahkan bahwa terdapat kemungkinan menderita sakit lebih berat atau bahkan komplikasi berat sampai meninggal. “Meski angkanya hanya kurang dari 1 persen, tapi tetap banyak karena
jumlahnya di atas 800,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah meminta para orangtua untuk tidak ragu melakukan vaksinasi bagi
putra-putrinya. Instruksi Presiden jelas untuk segera melaksanakan vaksinasi anak.

Cissy menjelaskan, vaksinasi anak sangat penting karena tidak hanya melindungi anak, melainkan juga lingkungannya, teman, guru, dan keluarga. “Termasuk orang tua, nenek, kakek dan adik-adik balita yang belum bisa diimunisasi karena masih di bawah 5 tahun. Selain itu, vaksinasi anak akan melindungi kerabat yang belum dapat divaksinasi karena sakit berat atau punya komorbid,” lanjutnya.

Baca juga:  Protes PPDB SMP di Denpasar, Orangtua Siswa Serbu Rumah Pintar

Jumlah sasarannya mencapai 26,8 juta anak sesuai data sensus penduduk 2020. Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga telah mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6 sampai 11 tahun.

Tidak Panik

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiki Adisasmito juga meminta para orangtua tidak panik jika ada gejala KIPI.  Beberapa indikasi gejala tersebut seperti nyeri pada lengan bekas suntikan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, menggigil, mual atau muntah, rasa lelah, demam yang ditandai suhu diatas 37,8 derajat celsius, maupun gejala mirip flu dan menggigil selama 1 – 2 hari.

“Maka kami meminta masyarakat untuk tidak panik. Orangtua bisa melakukan upaya penanganan dini,” jelasnya, Selasa (14/12) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Langkah penanganan dini yang dimaksud ialah membuat anak cukup beristirahat dan minum obat penurun panas jika diperlukan. Serta upayakan agar anak mengkonsumsi air putih yang cukup.

Lalu, jika terdapat rasa nyeri di tempat bekas suntikan, usahakan tetap gerakan dan gunakan lengan anak. “Apabila perlu, kompres bagian yang nyeri dengan kain bersih yang dibasahi dengan air dingin setelah melakukan penanganan dini,” lanjutnya.

Baca juga:  Puluhan Terpidana Korupsi Dapat Pembebasan Bersyarat, KPK Angkat Bicara

Setelah melakukan penanganan dini, orangtua agar segera melaporkan temuan KIPI yang dialami anak ke Puskesmas atau ke sentral vaksinasi. Hal ini akan menjadi input evaluasi pelaksanaan vaksinasi kedepannya serta penanganan lebih lanjut.

Ia menekankan bahwa meskipun anak usia 6 – 11 tahun sudah bisa divaksin, namun vaksin bukan syarat mutlak mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Karenanya meskipun anak-anak belum divaksin, tetap bisa mengikuti PTM di sekolah.

“Harap menjadi catatan bahwa vaksinasi COVID-19 pada anak tidak menjadi prasyarat dari pembelajaran tatap muka,” tegas Wiku.

Lalu, bagi anak-anak yang akan menjadi peserta vaksinasi, dalam pelaksanaannya, peserta vaksinasi diwajibkan untuk membawa Kartu Keluarga atau dokumen yang mencantumkan Nomer Induk Kependudukan (NIK) anak. “Adapun kegiatan vaksinasi ini akan diintegrasikan dengan kegiatan imunisasi rutin,” jelas Wiku. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN