Putu Agus Suradnyana. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Potensi bidang pertanian dan perkebunan di Buleleng cukup melimpah. Banyak produk perkebunan unggulan seperti durian, manggis, mangga dan anggur hitam. Agar Buleleng mampu menjadi penyangga sektor perkebunan Bali, kebijakan sektor ini dilakukan mulai dari hulu (budi daya tanaman) sampai hilir (pascapanen).

Bupati Putu Agus Suradnyana (PAS) didampingi
Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Buleleng, Made Sumiarta mengatakan, isu strategis yang
mewarnai pengembangan perkebunan di daerahnya adalah alihfungsi lahan. Kemudian masalah degradasi lahan karena pemakaian pupuk kimia secara kontinyu, dan rendah daya saing produk.

Isu yang begitu kompleks ini dalam beberapa tahun ke depan akan ditangani melalui kebijakan fokus apda pertanian dan perkebunan. Dengan kebijakan ini target yang ingin dicapai adalah meningkatkan produksi, mutu, daya saing, dan pemasaran komuditas pertanian.

Menurut Bupati secara bertahap Distan menjalankan program itu dari hulu sampai hilir. Pada sisi hulu digarap teknis budidayanya sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ada. Kemudian optimalisasi dihilir-nya dengan melaksanakan strategi memanfaatkan sentra produksi berbasis agroklimat. Teknis budidaya yang akan dijalankan adalah menyesuaikan dengan tempat tumbuhnya komoditas tanaman itu sendiri.

Baca juga:  Sampel Babi di Tabanan Negatif Streptococcus Suis

Langkah berikutnya adalah Buleleng dengan bertahap menerapkan sistem pertanian dengan ramah lingkungan. Ini pun sudah didukung dengan dibahasnya Peraturan Daerah (Perda) Hak Inisiatif DPRD Buleleng tentang Sistem Pertanian Organik (SPO). “Ke depan pertanian di Buleleng menuju pertanian organik, sehingga kami melakukan pendampingan dan pengawalan. Saya pikir ini tidak bisa instan, karena sejak 1980-an petani kita sudah sudah menggunakan pupuk kimia, dan merubah itu perlu pengawalan dengan bertahap,” katanya.

Sementara itu, kebijakan pada pascapanen, Buleleng komitmen meningkatkan sarana prasarana pasca panen. Seperti pembersihan, rotasi, grading, pengemasan, dan labeling. Ini penting ketika nanti produk pertanian melimpah, mana kita bisa salurkan, sehingga perlu ada produk turunan.

Baca juga:  Irigasi Ditutup Banjir Lumpur Tukad Unda, Penanaman Padi Terancam Tertunda

Cara lainnya adalah optimalkan lembaga pemasaran bersama di tingkat kelompok petani dengan menggandeng lembaga ekonomi mikro seperti BUMDes, LPD, Koperasi, Perusahaan Daerah (PD) Swatantra, dan OPD terkait lain. “Kita optimalkan lembaga ekonomi, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan Koperasi termasuk PD Suwatantra, Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UKM melalui sistem integrasi antar sektor,” tegasnya.

Menyandang sebagai daerah agraris, Buleleng dikenal memiliki produk pertanian unggulan. Pada tanaman pekebunan, produk unggulan seperti Mangga, dan Manggis, Durian. Bahkan, Buleleng sendiri menjadi satu-satunya penghaisl anggur hitam yang tidak ada di daerah lain.

Untuk itu, ke depan budidaya tanaman anggur hitam Buleleng ini akan digarap dengan serius. Caranya dengan menetapkan zona kawasan budidaya anggur hitam.

Baca juga:  Lapastik Bangli Kembangkan Budidaya Vanili, Panen Perdana Puluhan Kilogram

Kemudian merangkul kelompok petani dalam satu wadah dan mengembangkan Sub Terminal Agrobisnis (STA). Pada sisi budidaya, Distan akan melakukan pengawalan dan penampingan untuk meningkatkan kualitas anggur hitam. Ini karena persoalan yang menganjal adalah rasa anggur hitam yang kurang karena buah belum cukup umur terpaksa dipanen karena petani terlanjur menjual kepada tukang ijon. “Anggur hitam di Kecamatan Banjar dan sekitarnya itu dipanen pada umur 115 hari, sehingga rasanya manis, karena selama ini cenderung masam karena dipanen dalam usia muda, sehingga mengurangi kualitaas produknya,” katanya.

Sementara dalam pemasarannya dikelola melalui STA. Dengan lembaga yang terintegrasi dan pelakunya adalah kelangan petani, harga penjualan anggur hitam Buleleng akan sesuai standar dan ini akan memberi keuntungan yang maksimal kepada petani itu sendiri. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN