DENPASAR, BALIPOST.com – Perkembangan kasus COVID-19 di dunia mengalami kenaikan pesat akibat varian baru Omicron. Dikatakan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, kasus COVID-19 akibat varian baru Omicron di dunia berkembang delapan kali lebih cepat hanya dalam kurun waktu sepekan terakhir.
Menkes dalam keterangan virtualnya, Senin (20/12), mengatakan terhitung sejak dua pekan yang lalu, jumlah kasus Omicron di dunia yang terdeteksi masih sebanyak 7.900. Namun, jumlah tersebut naik dengan pesat menjadi 62.342 kasus pada pekan lalu.
Akibatnya, jumlah negara yang telah terinfeksi varian tersebut ikut bertambah menjadi 97 negara setelah dua pekan lalu hanya ada 72 negara. Bertambahnya jumlah negara tersebut kemudian ikut mengubah posisi negara dengan kasus Omicron tertinggi di dunia. “Jadi, sudah mulai terjadi pergeseran populasi Omicron dengan paling banyak ada di Eropa,” sebut Menkes dalam keterangan disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Ia menyebutkan negara yang saat ini memiliki kasus tertinggi adalah Inggris sebanyak 37.000 kasus. Diikuti Denmark 15.000 kasus, Norwegia 2.000 kasus, Afrika Selatan sebanyak 1.300 kasus, serta Amerika Serikat sebanyak 1.000 kasus.
Lebih lanjut, dia menekankan kemampuan netralisasi virus pascainfeksi dan imunisasi menjadi menurun akibat adanya Omicron dibandingkan dengan jenis varian COVID-19 yang lainnya. Sehingga, ada kemungkinan besar bahwa beberapa orang yang sudah divaksinasi lengkap maupun telah mendapatkan booster, tetap bisa tertular Omicron.
Pihaknya mengimbau agar masyarakat mempercepat vaksinasi untuk menghadapi kemungkinan masuknya Omicron ke dalam komunitas lokal dengan tidak memilih jenis vaksin yang diedarkan. Pihaknya juga akan memperkuat protokol kesehatan dengan penerapan aplikasi PeduliLindungi.
Melalui aplikasi itu, nantinya akan terlacak lokasi mana saja yang disiplin atau tidak dalam menerapkan protokol kesehatan. “Sehingga, publik bisa melihat lokasi-lokasi mana yang disiplin menggunakan dan lokasi-lokasi mana yang tidak disiplin menggunakan, mal-mal mana yang PeduliLindunginya aktif, sehingga aman. Kalau yang terkena bisa cepat di karantina, mal mana yang tidak menerapkan, sehingga risikonya lebih besar bagi pengunjung,” paparnya. (Diah Dewi/balipost)