DENPASAR, BALIPOST.com – Bali yang meroket ke peringkat 5, di ajang PON XX Papua 2021, bakal menghadapi tantangan berat dari pesaing provinsi lain, pada PON XXI Sumut- Aceh 2024. Sederet provinsi yang menjadi kompetitor Bali adalah Jateng, Kaltim, Riau, termasuk tuan rumah Sumut dan Aceh.
Hal itu dilontarkan Ketua Pelatda PON Bali Maryoto Subekti, dalam diskusi SIWO-PWI Bali, di Denpasar, Selasa (27/12). Maryoto yang juga praktisi olahraga, menyebutkan, Jateng menjadi ancaman serius bagi Bali, mengingat Bali mengoleksi 28 emas, 25 perak, sedangkan Jateng 27 emas, dan 47 perak. “Saya kira untuk menghadapi PON Aceh dan Sumut, perlu sport intelegence berikut sport science,” ucap Maryoto.
Dicontohkannya, perenang Bali hanya mampu bersaing dengan atlet provinsi lain, sejak start sampai dengan 20 meter. Jarak berikutnya, perenang Bali tertinggal dan hal ini perlu dikaji dari segi sport science.
Kendati demikian, Maryoto mengajak insan olahraga tidak berkecil hati, sebab Bali masih memiliki 10 cabor andalan yang tidak dipertandingkan di PON Papua. “Bali masih berpeluang di PON 2024, karena regenerasi atlet berikut potensinya. Apalagi, kalu peraih petak dan perunggu bisa ditingkagkan lagi menjadi emas, tentu mau mendongkrak posisi Bali ” kata dia.
Sekum KONI IGN Oka Darmawan, menyatakan, prestasi Bali di PON Jabar 2016 membawa pulang 20 emas, dan bercokol di urutan ke-6. “PON Papua, kami mematok target 30 emas, dan terealisasi 28 emas, tetapi peringkatnya justru naik satu seterip ke urutan ke-5,” beber Oka Darmawan.
Keberhasilan ini, berkat sinergitas seluruh kompenen olahraga, dan kesuksesan itu tidak ada yang kebetulan, tetapi dipersiapkan dan didesain jauh-jauh. “Anggaran atlet Bali untuk merebut emas Rp 50 juta-Rp70 juta. Dibandingkan Jabar seorang atlet until merebut emas dikucurkan Rp 200 juta. Jadi, anggaran kami ini sedikit tetapi cukup, dibandingkan provinsi lain yang anggarannya besar, namun masih kurang,” tuturnya.
Pada bagian lain, Ketua PWI Bali IGM. Dwikora Putra menjelang Musorprov KONI Bali, para kandidat merasa menanggung beban berat, karena pengurus sebelumnya mampu mengantarkan kontingen Bali menyodok ke-5 besar. “Saya kira daripada ketua baru merasa berat dan jadi masalah, sebaiknya diserahkan saja kembali ke pengurus lama,” pesannya.
Ia juga heran, dulu berita olahraga diberi porsi besar, tetapi belakangan media malah mengurangi. Dwikora juga menyarankan, supaya KONI menggelar sertifikasi wartawan olahraga, demi meningkatkan profesionalisme kinerja di bidang jurnalistik. “SIWO meskipun di bawah KONI, tetapi istimewa karena punya hak suara,” terangnya. (Daniel Fajry/balipost)