Suasana Pameran IKM Bali Bangkit yang digelar di Art Center, Denpasar. Pameran ini merupakan salah satu upaya membangkitkan ekonomi Bali lewat pemberdayaan industri kecil dan menengah (IKM) di tengah pandemi COVID-19. (BP/Hendri Febriyanto)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bertitik tolak dari pengalaman yang sangat pahit ini, sudah waktunya menata ulang struktur dan fundamental perekonomian Bali melalui Ekonomi Kerthi Bali. Ekonomi Kerthi Bali adalah ekonomi untuk mewujudkan Bali berdikari dalam bidang ekonomi, dibangun dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai filosofi Sad Kerthi dengan menerapkan 11 prinsip terdiri atas:

1) Mensyukuri dan memuliakan kekayaan, keunikan, dan keunggulan sumber daya lokal Alam Bali beserta isinya sebagai anugerah dari Hyang Pencipta; 2) Memberdayakan potensi sumber daya lokal alam Bali beserta isinya; 3) Dilakukan oleh krama Bali secara inklusif, kreatif, dan inovatif; 4) Berbasis nilai-nilai tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali; 5) Menjaga ekosistem alam dan budaya secara berkelanjutan; 6) Meningkatkan kapasitas perekonomian Bali, berkualitas, bernilai tambah, dan berdaya saing; 7) Mengakomodasi penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi digital; 8) Meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan krama Bali secara sekala-niskala; 9) Berasaskan spirit gotong-royong; 10) Meningkatkan ketangguhan menghadapi dinamika perkembangan zaman secara lokal, nasional, dan global; dan 11) Menumbuhkan spirit jengah dan cinta/bangga sebagai krama Bali.

Gubernur Bali, Wayan Koster, yang kenyang pengalaman di DPR RI dan kini menjadi ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini memaparkan Ekonomi Kerthi
Bali terdiri atas 6 pilar sektor unggulan, yaitu:

Baca juga:  Pj Gubernur Mahendra Jaya Jawab Pandangan Umum Fraksi-Fraksi Terhadap 2 Ranperda

1) Sektor Pertanian dalam arti luas dengan Sistem Pertanian Organik; 2) Sektor Ke￾lautan dan Perikanan; 3) Sektor Industri; 4) Sektor IKM, UMKM, dan Koperasi; 5) Sektor Ekonomi Kreatif dan Digital; dan 6) Sektor
Pariwisata Berbasis Budaya dan Berorientasi pada Kualitas.

Dengan menerapkan Ekonomi Kerthi Bali, maka perekonomian Bali akan harmonis terhadap alam, hijau/ramah lingkungan, menjaga kearifan lokal, berbasis sumber daya lokal, berkualitas, bernilai
tambah, berdaya saing, tangguh, dan berkelanjutan. Ekonomi Kerthi Bali telah dijadikan percontohan dalam transformasi perekonomian oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI menjadi Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali membangun Bali Era Baru: Hijau, Tangguh, Sejahtera. Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, tanggal 3 Desember 2021. Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali mulai dilaksanakan tahun 2022, yang diprogramkan dan dikawal langsung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Namun, apapun resepnya, Bali haruslah segera bangkit. Terlalu lama larut dalam harapan pariwisata segera pulih, hanya akan mengantarkan kita pada jurang resesi yang makin dalam. Optimisme dan segera bangkit haruslah menjadi mentalitas pejuang
ekonomi di tanah Bali.

Menjadi peka, inovatif dan segera mempersiapan diri menghadapi persaingan dunia kerja adalah cara cerdas mengawal memontum transformasi ekonomi.
Semua sektor harus bergerak, bertransformasi dan membangun daya saing secara inovatif dan kreatif. Mentalitas positif haruslah menjadi identitas generasi penerus dan pewaris peradaban Bali.

Baca juga:  Hampir Semua Tiket Uji Coba Gratis Kereta Cepat Jakarta - Bandung Telah Dipesan

Bali, tentu tak ingin kehilangan mometum lagi. Sebagai gambaran pemerintah dan masyarakat Bali
dalam 3 dekade terakhir (dunia pariwisata dan dunia usaha Bali) telah mengabaikan 3 momentum terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan dan peluang emas pada masa lampau sejak beralihnya era masyarakat pertanian /agraris sebagai pilar utama ekonomi Bali (pada saat Bali surplus pangan) hingga
di pengujung era tahun 1980-an.

Peluang emas bagi dunia usaha dan perekonomian Bali siklus 10 tahunan yang terabaikan adalah pada: Era 1988-1998, Era 1999-2008 dan Era 2009-2018. Era 1988-1998, dimulainya era pasar bebas keuangan/ perbankan nasional adalah momentum pertama
terbaik bagi perekonomian Bali saat itu guna meningkatkan pertumbuhan ekonominya pascamasa transisi Bali menuju era pariwisata budaya yang berkualitas.

Potensi untuk Bali bangkit di tahun 2022 memang diperkirakan masih akan menghadapi hambatan dan tantangan besar. Ini mengingat beberapa kendala utama antara lain karena seluruh pengaturan kebijakan pengendalian pandemi berikut SOP (Standard Operational Procedure)-nya masih diatur dan ditentukan oleh Jakarta.

Selain itu, kondisi global yang masih banyak menghadapi trauma besar akibat pandemi Covid-19 yang berdampak besar terhadap krisis dan keterpurukan ekonomi dunia, kehilangan pekerjaan/PHK, pengangguran dan untuk mendapat pekerjaan, menghasilkan uang/simpanan dan keamanan/kenyamanan traveling masih memerlukan waktu 2-3 tahun ke depan untuk menjadi normal era baru.

Baca juga:  Tusuk Pasutri, Suami Tewas dan Istrinya Kritis

Namun demikian bagi Bali masih ada harapan pemulihan dan Bali bangkit bisa lebih cepat sepanjang terpenuhinya 2 persyaratan utama antara lain. Pertama, Sumber Daya Masyarakat Bali harus benar-benar siap berubah yang berorientasi kepada pola pikir (mindset) dan perilaku serta budaya/etos kerja yang tangguh, memiliki jiwa petarung/eksekutor yang “outward looking business yang kredibel, kompeten dan terpercaya” berbasis skill (keahlian), attitude dan knowlege based era” serta mampu cepat beradaptasi dengan situasi kekinian yang berbasis “IT, AI (Artificial Intelegence dan metaverse)”.

SDM Bali ke depan diharapkan juga mampu menjadi panutan/teladan yang kreatif dalam memanfaatkan peluang usaha di luar pariwisata seperti agribisnis, agriculture pola intensifikasi, perikanan dan kelautan serta wirausaha kreatif yg berorientasi ekspor atau investasi wirausaha offensif produk unggulan lokal Bali yang layak menyasar wilayah-wilayah pasar potensial di luar Bali alias “go national/go global” (seperti kuliner unggulan lokal yang harus mampu/berani dan siap untnk dibuka di kota–kota besar seperti Medan, Ujung Pandang, Surabaya,
Yogya, Bandung dan Jakarta). (kmb/balipost)

BAGIKAN