Budi Gunadi Sadikin. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam seminggu terakhir, kasus Omicron di dunia mengalami kenaikan signifikan. Jumlah kenaikannya lebih dari dua kali lipat dibandingkan seminggu sebelumnya. Demikian dikemukakan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Senin (3/1/2022) dalam keterangan pers virtualnya.

Ia mengatakan sudah terdapat 408 ribu kasus konfirmasi Omicron. Naik dari minggu lalu yang 184 ribu orang. “Negara yang sudah terdeteksi ada Omicron, naik dari 115 negara minggu lalu menjadi 132 negara,” ungkapnya dipantau dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Baca juga:  Bentuk Perlawanan Impor, Gubernur Koster Gagas Penciptaan Bibit Gumitir Bali Sudamala

Kasus Omicron terdeteksi paling banyak di Eropa, Inggris, Denmark, Amerika. “Itu semuanya di atas 20.000 (kasus), Afrika Selatan sendiri sudah turun ke angka 1800-an kasus,” katanya.

Budi mengungkapkan negara di Asia Tenggara dengan jumlah kasus Omicron yang lebih banyak dari Indonesia adalah Singapura 1.600 kasus dan Thailand 1.500 kasus. Sedangkan Indonesia berada di posisi 40 dengan jumlah kasus per hari ini mencapai 152 pasien. “Ada tambahan 16 kasus dibandingkan dua hari yang lalu dan semuanya berasal dari pelaku perjalanan luar negeri,” jelasnya.

Baca juga:  IHPS I 2017, Potensi Kerugian Negara Capai Rp 27,39 Triliun

Ia juga mengatakan di India, kasus Omicron mengalami kenaikan. Sekarang sudah lebih dari 1.700 kasus. “Pesannya adalah kita tetap waspada, Indonesia relatif lebih rendah kalau dilihat dari populasi dan luas geografisnya. Kita berhasil menahan masuknya Omicron ke dalam, tapi dari 152, kita tahu ada enam sudah merupakan transmisi lokal,” katanya.

Kasus transmisi lokal, kata Budi, mayoritas berada di Jakarta, tapi ada juga yang datang dari Medan, Bali dan Surabaya. Budi mengungkapkan meski secara klinis Omicron mampu menghindari antibodi vaksin, tapi tidak menyebabkan gejala yang berat.

Baca juga:  Terkait Kenaikan Tiket, Menparekraf Tampung Masukan Pelaku Wisata di Labuan Bajo

“Berita baiknya untuk kasus Omicron secara klinis, walaupun perlindungan antibodinya yang berasal dari vaksin bisa dilalui, tapi perlindungan dari T sel-nya masih bisa melindungi dengan cukup baik. Itu yang menjelaskan kenapa hospitalization ratenya, yang masuk rumah sakit dan fatal lebih rendah,” katanya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN