JAKARTA, BALIPOST.com – Penghargaan Anugerah Kebudayaan PWI yang bakal diterima Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dilakukan anulir oleh Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari selaku Penanggung Jawab Hari Pers Nasional (HPN). Atal S Depari dikutip Kantor Berita Antara, Kamis (6/1), mengatakan, PWI menganulir penghargaan itu, setelah Rahmat Effendi tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Januari 2022.
Sedangkan 9 bupati/wali kota lainnya, yang sudah ditetapkan tim juri, bakal menerima penghargaan tersebut pada puncak HPN 2022, di Kendari, Sulawesi Tenggara, 9 Februari mendatang. “Operasi tangkap tangan KPK itu mengakibatkan dia cacat hukum terkait korupsi, sehingga kami perlu menganulir penghargaan yang bakal ia terima tersebut, demi menyelamatkan yang lain,” kata Atal.
Atal mengambil keputusan tersebut setelah bermusyawarah dengan Sekretaris Jenderal PWI Mirza Zulhadi, Ketua Pelaksana AK-PWI Yusuf Susilo Hartono, dan mendengar masukan Tim Juri Anugerah Kebudayaan (AK)-PWI, beberapa saat setelah berita penangkapan Rahmat.
Ketua Pelaksana AK-PWI Yusuf Susilo Hartono menjelaskan tim juri yang diketuai Agus Dermawan T telah memutuskan dan menetapkan 10 bupati/wali kota penerima AK-PWI 2022, salah satunya Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi pada 16 Desember 2021.
Penetapan dilakukan setelah penjurian terhadap proposal dan video yang masuk, sehingga mengerucut pada 10 penerima nominasi. Puncaknya, termasuk Rahmat ikut presentasi di depan juri, dan tanya jawab secara langsung di Gedung Dewan Pers.
Yusuf mengatakan sejak zoom meeting sosialisasi AK-PWI 6 September 2021, pihaknya sudah wanti-wanti (mengingatkan) adanya rambu bahwa penghargaan itu terbuka untuk bupati/wali kota seluruh Indonesia, yang tidak sedang berperkara hukum/korupsi.
Dalam edaran resmi AK-PWI, rambu itu tertulis pada bagian ketentuan umum, nomor 1. Edaran tersebut disebar ke seluruh jajaran PWI provinsi, kabupaten/kota, juga ke kepala-kepala daerah melalui Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). “Aturan dan rambu itu, yang juga menjadi dasar Ketua Umum PWI menganulir Rahmat,” ujarnya lagi.
Sejak pertama AK-PWI digelar pada HPN 2016 sampai sekarang yang keempat kalinya, baru kali ini terjadi kepala daerah dianulir karena tertangkap tangan KPK.
Juri AK-PWI Nungki Kusumastuti mengatakan tim juri dari PWI secara bulat mendukung keputusan anulir itu. “Tindakan itu demi menjaga martabat PWI. Sekaligus bentuk dukungan kami terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini,” ujar Nungki.
Kepala daerah yang berhak naik panggung HPN 22 untuk menerima Trofi Abyakta (yang maknanya berkembang maju) sebanyak sembilan orang, dengan dianulirnya Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. (Kmb/balipost)