Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunggu kendaraan usai menjalani karantina di kompleks Rumah Susun (Rusun) Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (5/1/2022). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Sejumlah indikator penanganan COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir menunjukkan kenaikan. Hal ini perlu diwaspadai dan menjadi alarm dini bagi penanganan ke depannya. Demikian dikemukakan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jumat (7/1).

Ia mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 mencermati adanya tren peningkatan pada 4 indikator. Yaitu, kasus positif, kasus aktif, angka positivity rate keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) isolasi rumah sakit.

Ia menegaskan data ini adalah fakta meningkatnya penularan di masyarakat terlebih adanya varian Omicron. Untuk itu, kewaspadaan bersama harus ditingkatkan dan pengendalian segera mendesak dilakukan.

Ia mengingatkan, kunci keberhasilan pencegahan lonjakan kasus adalah kesigapan penanganan sedini mungkin. “Perkembangan ini sudah merupakan alarm dini. Dan sudah sepatutnya kita menetapkan target pengendalian kasus agar tetap terkendali,” kata Wiku.

Untuk lebih jelasnya, Wiku memaparkan perkembangan pada 4 indikator dimaksud. Pertama, tren peningkatan kasus positif dalam 14 hari terakhir.

Meskipun cenderung fluktuatif, namun penambahan kasus harian meningkat hingga 404 per hari. Cukup signifikan dibandingkan data 2 minggu sebelumnya hanya 136 kasus per hari.

Baca juga:  Enam Hakim Konstitusi Dijatuhi Sanksi Lisan

Bahkan melihat lebih jauh lagi, terakhir penambahan kasus positif di atas 400 per hari terjadi November 2021.

Indikator kedua, tren peningkatan kasus aktif harian yang teramati dalam seminggu terakhir. Perbandingannya, pada minggu lalu jumlah kasus aktif 4.300 kasus. Namun, per 5 Januari 2022 Jumlah kasus aktif naik menjadi 4.800 orang.

Indikator ketiga, tren peningkatan angka positivity rate atau proporsi orang yang dideteksi positif dari keseluruhan orang yang dilakukan tes. Sama seperti kasus positif, tren kasus aktif harian cenderung fluktuatif. Jika pada 2 minggu lalu angka hariannya 0,07 persen saat ini meningkat menjadi 0,19 persen

Indikator keempat, peningkatan angka nasional BOR isolasi di rumah sakit rujukan. Kenaikannya,  konsisten dalam 14 Hari terakhir. Jika 2 minggu ketersediaan tempat tidur isolasi sebesar 1,38 persen, saat ini meningkat menjadi 3,35%.

Wiku menegaskan perkembangan ini harus segera dikendalikan saat ini juga. Karena bertambahnya orang positif akan menulari lebih banyak lagi dan berpotensi menimbulkan kenaikan kasus yang lebih tinggi lagi di masyarakat.

Baca juga:  Kasus Gurauan Bawa Bom Muncul Lagi, Bandara Ngurah Rai "Warning" Calon Penumpang

“Secepatnya lakukan langkah-langkah pengendalian segera dengan memasifkan testing dan tracing serta mengoptimalkan kembali kerja posko untuk menggalakkan kedisiplinan protokol kesehatan 3M,” sarannya.

Tren Penurunan

Meskipun ada perkembangan kurang baik, sebaliknya ada indikator penanganan yang menunjukkan tren penurunan. Pertama angka kematian harian trennya menurun dalam 14 Hari terakhir.

Walaupun masih cenderung fluktuatif. Perkembangan yang teramati  pada 2 minggu lalu angkanya 8 per hari, dan saat ini menurun menjadi 4 kasus per hari. Kedua, tren penurunan angka BOR ICU dalam 10 hari terakhir. Keterisiannya dalam 10 hari kebelakang sebesar 3,95% per hari dan konsisten menurun hingga  3,23 persen dalam sehari.

Dengan mencermati tren peningkatan dan penurunan pada indikator-indikator tersebut, menunjukkan tingkat penularan dan jumlah orang positif tidak diikuti dengan kebutuhan perawatan dan kematian. “Hal ini menunjukkan kasus yang saat ini terjadi cenderung tidak bergejala atau bergejala ringan,” imbuh Wiku.

Baca juga:  AS Mulai Vaksinasi COVID-19, Jerman Kembali Lakukan "Lockdown" Sebagian

Ia mengutarakan kondisi ini bisa terjadi karena 2 hal, yaitu karakteristik varian Omicron yang menginfeksi masyarakat cenderung bergejala ringan serta tanpa gejala dan terbentuknya kekebalan di masyarakat baik akibat tertular maupun yang dipicu vaksinasi. Namun fenomena ini tentu perlu untuk dipelajari lebih lanjut dengan metode penelitian yang baik dan benar sebelum dapat disimpulkan penyebabnya.

Terlepas dari itu, penting tetap berupaya menurunkan peningkatan kasus. Karena secara teori yang didukung beberapa hasil studi menyatakan potensi munculnya varian baru lebih tinggi seiring tingginya tingkat penularan. Adanya ruang bagi virus untuk menular sama dengan memberi kesempatan bermutasi menjadi varian baru.

Selain itu perlu disadari bahwa adanya keterbatasan fasilitas dan sumber daya kesehatan, serta adanya celah penularan yang meluas sama saja menempatkan kelompok rentan dalam risiko yang lebih tinggi. “Karena bukan tidak mungkin kelompok rentan tersebut adalah orang-orang terdekat yang kita cintai,” ujar Wiku. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN