DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan pemberian insentif untuk perbekel dan bendesa adat oleh Gubernur Bali, Wayan Koster di awal 2022 ini merupakan langkah awal yang bagus. Prof. Dr. I
Nengah Dasi Astawa, M.Si., yang menjabat sebagai Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII menilai langkah ini sangat baik dan mulia.
“Pada prinsipnya bahwa insentif yang diberikan itu adalah memiliki dasar hukum yang kuat atau sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. Kemudian yang namanya insentif itu diberikan atas prestasi dan dedikasi, jadi menurut saya insentif yang sudah diberikan, nantinya harus dilakukan evaluasi dan penerima insentif harus ada ukuran-ukuran kriteria untuk mengukur prestasi atas tanggung jawab yang diberikan kepada penerima insentif itu sendiri,” jelas Prof. Nengah Dasi Astawa, Selasa (11/1).
Dasi Astawa berharap insentif ini memberikan upaya bersanding, bersaing, dan bertanding para Kepala Desa di Bali. Hal ini sangat penting, karena insentif yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali bersumber dari uang rakyat, untuk itu harus jelas ada progress report-nya. “Harus dipertanggungjawabkan oleh penerima insentif, ini mungkin perlu dipertegaskan begitu, supaya apa yang diberikan oleh Bapak Gubernur Bali ada manfaatnya untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu insentif kedepan harus berdasarkan prestasi hingga dedikasi,” tegasnya.
Ia mencontohkan seperti pegawai negeri yang mendapatkan tunjangan, mereka harus ada indikator-indikator kenapa tunjangan tersebut diberikan. Jadi harus begitu juga kedepannya. Sekali lagi, kata Prof. Dasi ini adalah langkah awal Gubernur Bali yang bagus, tetapi penerima inisentif harus menunjukan kinerja. “Biasanya belakangan dikasi insentif, tapi ini di awal diberikan insentif, jadi sangat bagus selama untuk kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik, maka insentif itu bagus. Karena para Perbekel atau Bendesa Adat adalah garda terbawah yang melayani masyarakat. Jadi harapan saya pelayanan terbawah ini jadi meningkat, menjadi lebih cepat, dan lebih murah serta berdampak baik,” harap Kepala LLDIKTI Wilayah VIII ini.
“Baru kali ini ada seorang Gubernur Bali (Wayan Koster, red) yang memperhatikan perbekel/kepala desa di Provinsi Bali dengan mengeluarkan kebijakan pemberian insentif kepada kami. Ini merupakan tonggak sejarah bagi kepala desa se-Bali. Kebijakan insentif yang diberikan sebesar Rp 1.500.000 per bulan untuk perbekel tentu membawa suatu kebahagiaan bagi kepala desa. Karena tugas-tugas yang sangat berat, apalagi di masa pandemi sampai dua tahun ini sangat-sangat membebani tugas-tugas dari perbekel itu sendiri, termasuk Bendesa Adat di Bali,” demikian kata I Gede Wijaya Saputra, SH selaku Ketua Forum Perbekel dan Lurah Kota Denpasar.
Kata Wijaya, kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster juga merupakan suatu kehormatan bagi para perbekel. Sebab, aparatur pemerintah terbawah sangat-sangat diperhatikan sekali dengan nyata lewat dikeluarkannya kebijakan berupa pemberian insentif.
“Tetapi di balik itu, kita sebagai Perbekel juga harus mempunyai konsekuensi mengamankan, mendukung, dan melaksanakan kebijakan kebijakan Gubernur Bali yang telah disusun untuk menjalankan pemerintahan di Provinsi Bali baik itu melalui Peraturan Gubernur ataupun Peraturan Daerah yang berpihak kepada masyarakat dan berpihak kepada budaya Bali,” jelas Gede Wijaya.
Wijaya berharap mudah-mudahan kebijakan Gubernur Koster bisa dilanjutkan untuk kepentingan masyarakat Bali dan Pulau Bali yang dicintai ini dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali menuju Bali Era Baru. Serta mengimplementasikan Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi.
Ditambahkan Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem, I Ketut Alit Suardana, kebijakan ini adalah salah satu bentuk nyata dan komitmen Pemerintah Provinsi Bali yang dipimpin oleh Gubernur Bali, Wayan Koster dalam penguatan Desa Adat di Bali. “Saya mewakili bendesa adat di Kabupaten Karangasem pada khususnya, mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Gubernur Bali, Wayan Koster. Apa yang dilakukan Bapak Gubernur adalah bentuk kerjasama atau sinergi antara Pemprov Bali, desa adat, dan desa dinas (Tri Tunggal, red) yang saat ini sudah bisa diwujudnyatakan sesuai dengan cita-cita luhur di Bali,” katanya.
Lebih lanjut Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem ini mengungkapkan, desa adat yang sudah ada kurang lebih 1.000 tahun ini telah menjadi bentengnya utama Pulau Bali. Karena itu, saat ini sangat beruntung Bali diberikan sosok Wayan Koster yang menjadi Gubernur Bali dengan memiliki komitmen melestarikan, menguatkan keberadaan Desa Adat di Bali dan Desa Dinas, sehingga terciptanya sinergi saling membantu dan menguatkan.
“Gubernur Wayan Koster adalah figur yang memberikan keberpihakan kepada Desa Adat di Bali dan Desa Dinas, tidak hanya dalam bentuk komitmen, namun beliau mengeluarkan waktu dan tenaganya untuk Pulau Bali bukan 24 jam, namun 26 jam beliau sangat fokus, tulus, lurus mengurusi Bali,” jelasnya.
Atas kondisi ini, pihaknya mengajak Bendesa Adat untuk bersama sama berkomitmen, bertanggung jawab melestarikan hingga menguatkan Desa Adat dengan mensinergikan dan mengimplementasikan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, khususnya di Desa dan Desa Adat, yang meliputi Program Prioritas dan Program Pendukung.
“Untuk program prioritas, yaitu Program Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019. Program Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018. Program Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020. Program Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018, dan Program Pertanian Organik, sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019,” tambahnya.
Sedangkan untuk program pendukung yaitu ada program pelestarian dan penggalian seni tradisi yang ada di Desa Adat, sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020. Program penguatan dan pelindungan Tari Sakral Bali, yang terkait dengan Tari Sakral di Desa Adat setempat dan di daerah Bali, sebagai pelaksanaan Surat Keputusan Bersama PHDI Provinsi Bali, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan Provinsi Bali Nomor: 117/PHDI-BALI/IX/2019, Nomor: 005/MDA-Prov.Bali/IX/2019, Nomor: 08/List/2019, Nomor: 431/8291/ DISBUD/2019, Nomor: 2332/ITS.5.2/KS/2019. Program Hari Penggunaan Busana Adat Bali, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018.
“Ada pula Program Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018. Program Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020. Program Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020. Program Pelestarian Tanaman Lokal Bali sebagai Taman Gumi Banten, Puspa Dewata, Usada, dan Penghijauan, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2020, dan Program Penggunaan Kain Tenun Endek/Kain Tenun Tradisional Bali, sebagai pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2021,” pungkasnya. (kmb/balipost)