DENPASAR, BALIPOST.com – Berbagai modus dilakukan oknum karyawan LPD guna menyunat uang masabah. Salah satunya adalah merekayasa buku tabungan, disediakan buku tabungan kosong, hingga dana pungutan tabungan nasabah tidak disetor pada kas LPD. Hal itu juga terungkap dalam sidang dugaan perkara korupsi LPD Desa Adat Belusung, Gianyar, Kamis (13/1) di Pengadilan Tipikor Denpasar, dengan terdakwa Ni Nyoman Puspawati (43).
Terdakwa didampingi kuasa hukumnya Made Suardika dkk. JPU Putu Nuriyanto dkk., dari Kejari Gianyar menghadirkan delapan saksi.
Mereka adalah saksi dari kolektor (saksi kunci) dan tujuh dari nasabah. Saksi kolektor yang juga disebut dalam dakwaan JPU adalah Ni Wayan Parmini.
Mengawali kesaksiannya, dia mengaku diangkat sebagai kolektor tabungan oleh AA Raka Tilem selaku Ketua LPD Belusung. Saksi inilah mengungkap sejumlah kebobrokan dalam pengelolaan uang nasabah LPD Belusung.
Di antaranya saksi mengatakan pernah ada perbedaan jumlah antara dana yang tercatat di buku tabungan dengan yang ada di LPD. Saksi mengaku kesehariannya bekerja memunggut tabungan ke nasabah. Setelah itu, pernah uang disetor pada terdakwa Ni Nyoman Puspawati lalu disetor pada kasir.
Seiring perjalanan, sempat uang ada selisih antara uang di LPD dengan yang tercatat di buku. Saksi mengakui itu, dan diambil uangnya oleh terdakwa.
Bahkan, tak jarang terdakwa mengaku mengambil uang nasabah. “Mbok, bani ga nyemak tabungan nasabah,” tiru saksi, saat menceritakan permintaan terdakwa.
Dan itu pun berlanjut jika ada tabungan dengan jumlah besar. “Waktu itu dibilang jika ada tabungan besar supaya tidak disetor. Nanti terdakwa yang akan minjam. Saya bilang ga berani, namun terdakwa bilang ‘nanti saya akan bertanggung jawab’,” beber saksi.
Selain itu terdakwa juga pernah minta ditarikan tabungan atas nama nasabah lain. Terdakwa memberikan nomor tabungan dan saldonya pada saksi Parmini. Di sinilah permainan angka tersebut, baik di buku tabungan nasabah maupun yang disetor ke kas LPD melalui kasir.
Setelah itu, uang nasabah yang sudah dikantongi karena tidak disetor, lalu sepulang kerja atau pulang kantor, uang oleh Parmini diberikan pada terdakwa di tengah jalan atau di depan rumah terdakwa. “Uang diberikan sepulang kerja. Karena di kantor ada CCTV,” ucap saksi Parmini.
Soal buku kosong, saksi diminta mengisi nomor sesuai dengan nama nasabah lalu di buku tabungan kosong itu dicatat seolah-olah saldonya sama. Atas peristiwa itu, aksinya kemudian terbongkar hingga dilakukan rapat. Saat itu, saksi tidak diberikan bicara namun semua akan dijawab terdakwa. Dan terdakwa akan bertanggungjawab.
Mengapa saksi mau? Ditanya demikian, saksi mengaku mau karena dia takut. Dan juga ditakut-takuti bahwa dia bilang nanti akan berurusan dengan kuasa hukum terdakwa.
Yang menarik, juga diperlihatkan surat pernyataan, antara terdakwa Puspawati dengan Parmini yang pada intinya bertanggung jawab secara bersama-sama atas kekurangan uang nasabah. Saat itu, saksi mengaku terpaksa menandatangani. Saat itulah majelis hakim mengorek siapa yang memaksa.
Hingga akhirnya keluar nama Gusti Raka. “Gusti Raka ini ada dalam berkas ga, ada jadi saksi ga. Tolong jaksa hadirkan nanti,” pinta hakim.
Parmini mengaku diancam jika tidak mau tandatangan. Setiap nasabah yang menarik tabungan, dia disuruh membayar tabungannya. “Dari mana saya dapat uang,” ucap saksi.
Selain itu, dalam persidangan jug terungkap adanya 18 buku tabungan yang direkayasa, yang menurut Parmini, atas perintah terdakwa. Terdakwa minta jika ada tabungan nasabah banyak, dipakai dan diputar-putar untuk menutupi dana nasabah lain. (Miasa/balipost)