RAKOR-Rakor pimpinan KPK dengan pejabat utama Polda Bali. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST. com – Delapan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) tindak pidana korupsi diterima KPK, diantaranya kasus koruptor LPD. Terkait kasus korupsi di LPD yang ditangani Ditreskrimsus Polda Bali, penyidik telah memeriksa pengurus Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD).

“Sudah rampung pemeriksaan LPLPD. Kami menangani dua kasus (LPD), tahun 2021 sebanyak 1 kasus dan tahun 2022 ada 1 kasus,” kata Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Ida  Putu Wedanajati, Jumat (14/1).

Salah satu kasus yang ditangani yaitu mantan Ketua LPD Ungasan berinisial NS telah ditetapkan sebagai tersangka, akhir Desember 2021. Akibat perbuatan NS ini, LPD Ungasan mengalami kerugian sekitar 32,5 miliar.

Perwira melati dua asal Buleleng ini mengungkapkan, hasil penyelidikan terungkap jika LPD Ungasan mengalami kerugian Rp 4,5 miliar akibat penyalahgunaan keuangan dan pemberian kredit menyimpang Rp 28 miliar. “Tersangka melakukan pengelolaan keuangan tidak sesuai prosedur, penyalahgunaan wewenang dan Kredit diberikan ke keluarga terdekat.  Saat ini masih merampungkan pemeriksaan saksi dan ahli tambahan,” ujarnya.

Baca juga:  4 Kasus Positif COVID-19 Terbaru di Bali, Seluruhnya Jenis Ini

Sedangkan pada rakor Program Pemberantasan Korupsi dengan KPK, Kamis (13/1), Kapolda Bali Irjen. Pol. Drs. Putu Jayan Danu Putra dalam sambutannya menyampaikan, ada beberapa kendala yang dihadapi pihak kepolisian, khususnya Polda Bali. Yakni, belum adanya komitmen dari APIP (aparat pengawasan intern pemerintah) BPK dan BPKP untuk menyerahkan hasil temuan pemeriksaaan keuangan kepada Polda Bali.

Jenderal bintang dua ini menyebutkan untuk memperoleh hasil audit dari auditor negara dalam hal ini BPK/BPKP cenderung memerlukan waktu yang cukup lama, terkadang sampai melewati satu tahun anggaran. Hal ini akan menghambat dalam penetapan tersangka dan/atau perampungan berkas perkara.

Baca juga:  Jalan di Pebuahan Banyubiru Hancur Lebur dan Berlubang

Di samping itu masih adanya sikap sungkan dan toleran diantara aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi. Selain itu juga pihak manajemen (pemerintah) cenderung menutupi adanya perilaku korupsi di lingkungan kerjanya. Termasuk kurangnya komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti hasil pengawasan.

Sementara Pimpinan KPK RI, Nawawi Pomolango  dalam sambutannya menyampikan, kunjungannya ke Polda Bali dalam rangka rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi dengan aparat penegak hukum dan badan peradilan di wilayah Provinsi Bali. Selain itu  untuk membangun sinergitas dengan seluruh aparat penegak hukum di Bali. “Sinergi ini menunjukan tidak ada yang di atas maupun di bawah. Kedudukannya  sama. Aparat penegak hukum itu sama, saling mengisi, saling memberi, tidak ada yang merasa di atas mengajari yang di bawah tentang tupoksinya,” ucapnya.

Baca juga:  Ini, Pengurus SPS Periode 2019-2023

Menurutnya penjabaran dari pemberantasan korupsi ini berfokus pada pengembalian  kerugian negara sebelum pemberian vonis hukuman kepada tersangka tindak pidana korupsi. “Tempatkan dulu pengembalian kerugian negara diatas dari pemberian hukuman.  Hal ini yang kita maknakan, jangan sampai kita menghukum tapi kerugian negara tidak kembali,” tegas Nawawi. (Kerta Negara/Balipost)

BAGIKAN