Kegiatan rapat terbatas bersama Kelian Adat se Desa Adat Banjar Anyar terkait dengan pelaksanaan pawai dan pengarakan ogoh-ogoh. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Desa Adat Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, sepakat tidak menggelar pawai serta pengarakan ogoh-ogoh dalam Pangerupukan tahun ini, meski ada Surat Edaran (SE) dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang mengizinkan pelaksanaanya dengan sejumlah batasan. Keputusan ini diambil mengingat masih adanya ancaman varian baru Omicron, apalagi wewidangan Desa Adat Banjar Anyar penduduknya sangat heterogen. Tak ingin justru nantinya menjadi “bumerang”, krama desa adat setempat lebih memilih melaksanakan Pangerupukan sesuai dresta seperti tahun lalu tanpa mengurangi makna upacara.

Bendesa Adat Banjar Anyar, I Made Raka mengatakan, keputusan ini diambil utamanya untuk tetap menjaga kesehatan krama di tengah masih adanya ancaman virus Covid-19 varian Omicron. Apalagi saat ini angka kasus Covid di Kabupaten Tabanan, khususnya di wilayah Kecamatan Kediri sudah mulai melandai. Tak ingin menjadi bumerang yang justru akan memicu penambahan kasus baru, mengingat kecamatan Kediri penduduknya sangat heterogen, untuk sejumlah kegiatan yang sifatnya kemungkinan masih mengundang kerumunan sementara ditiadakan. Salah satunya kegiatan pawai dan pengarakan ogoh-ogoh dalam rangka pangerupukan.

Baca juga:  Desa Adat Banjarangkan Gelar Tradisi "Mececingak"

“Meski diperbolehkan dilaksanakan dengan sejumlah batasan, kami di Desa Adat Banjar Anyar yang terdiri dari empat banjar adat dan satu tempekan, setelah melakukan rapat terbatas sepakat tidak membuat ogoh-ogoh. Ini sudah menjadi hasil kesepakatan para kelian adat karena melihat situasi yang memang belum sepenuhnya stabil, apalagi ada varian baru Omicron,” katanya, Minggu (16/1).

Made Raka menambahkan pandemi telah berdampak luar biasa bagi perekonimian masyarakat. Berbagai upaya penanganan dan pencegahan terus dilakukan, khususnya di Kecamatan Kediri dengan selalu melakukan koordinasi dengan jajaran Muspika. Maklum saja, Kecamatan Kediri memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi dan rentan akan penyebaran virus. Bahkan, saat wabah ini tengah booming, desa adat kerap masuk zona merah dan harus bekerja ekstra keras untuk bisa membuat kasus melandai seperti saat ini. “Turunnya angka kasus belakangan ini tentu merupakan hasil dari kerja sama semua pihak dalam upaya melawan virus. Tentunya kami tidak ingin gegabah lagi, dan sangat berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan,” jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Seraya Gelar Karya Padudusan Agung dan Usaba Agung Pura Dalem

Terkait dengan pawai dan pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya meyakini jika suatu saat nanti kondisi sudah pulih dari pandemi Covid, tentunya kreativitas dan kreasi anak-anak muda ini bisa kembali bangkit. Sehingga Kecamatan Kediri bisa lebih aman, tertib dan terkendali dan utamanya masyarakatnya sehat terbebas dari virus. “Minimal bisa mempertahankan kondisi yang sudah melandai ini, kalau masyarakat sudah sehat tentu bisa beraktivitas lebih nyaman, harapan kita tentu pandemi bisa cepat hilang,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

Baca juga:  Banjar Adat Abiantimbul Gelar "Matatah" Massal
BAGIKAN