Dialog virtual “Dharma Panuntun” yang mendiskusikan pemuliaan air itu digelar virtual dan disiarkan di kanal YouTube Yayasan Puri Kauhan Ubud, dan dipandu langsung oleh Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, AAGN Ari Dwipayana. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah dilaunching secara virtual bertepatan dengan Purnama Kawolu, Senin (17/1), Sastra Saraswati Sewana II memulai gelarannya dengan dialog virtual “Dharma Panuntun” pada Rabu (19/1). Kegiatan yang mendiskusikan pemuliaan air itu digelar melalui Zoom Meeting yang disiarkan di kanal YouTube Yayasan Puri Kauhan Ubud, dan dipandu langsung oleh Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, AAGN Ari Dwipayana.

Hadir sebagai narasumber yaitu Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari yang didampingi pecinta lontar dan sastra Jawa Kuno, Sugi Lanus. Selain itu hadir beberapa wiku atau sulinggih mengikuti Webinar sampai berakhir. Salah satunya Ida Pedanda Gede Putra Talikup.

Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari mengatakan bahwa filosofi air sesungguhnya tidak sesederhana yang dipikirkan selama ini. Ada konsep yang sangat kompleks tentang air dalam berbagai lontar di Bali. Kebanyakan sumber lontar membahas air, yang dari tutur menjadi purana, purana menjadi tatwa, dan tatwa itu menjadi pakem Gama Tirta.

Baca juga:  Kembali, Dua Kabupaten Ini Jadi Penyumbang Kasus COVID-19 Harian Terbanyak!!

Air yang dipadankan dengan toya dan tirta dalam lontar, menurut sulinggih asal Grya Wanasari Sanur itu, merupakan unsur yang sangat vital dalam upacara agama di Bali.

Secara filosofis, tirta berasal dari kata, tir yang bermakna sruti, ret yang maknanya smreti, dan tha yang bermakna puja. Percampuran ketiganya itu juga menjadi simbol windu, nada, dan candra yang menjadi wujud tiga kehidupan suci dari tirta. “Membicarakan air adalah membicarakan dunia,” ungkap Ida Pedanda Wanasari, dalam rilis yang diterima.

Ida Pedanda melanjutkan, baik alam raya atau bhuwana agung maupun tubuh manusia atau bhuwana alit tersusun mayoritas oleh air. Air suci yang mengalir dan memberi kehidupan dunia terdiri atas Tirta Kamandalu, Sanjiwani, Kundalini, Pawitra, dan Mahamreta. “Jika air rusak apalagi teracuni, maka kehidupan Bali juga akan rusak,” tegasnya.

Secara spiritual, ditegaskan bahwa keadaan air yang mengalir bagi umat Hindu sangatlah disucikan. Sehingga orang tidak boleh membuang kotoran, buang air kecil, bahkan meludah di sungai.

Baca juga:  Bergerak Mengembalikan Kedaulatan Rakyat

Senada dengan itu, Sugi Lanus juga menekankan pentingnya menjaga air yang memiliki peran yang luar biasa secara teologis, sosiologis maupun ekologis. Secara teologis, ia mengutip mantra yang menyebutkan air sebagai perwujudan Sang Hyang Siwa maha agung, sebagai realitas, kehidupan, dan perwujudan kehidupan itu sendiri.

Sugi Lanus juga menggarisbawahi bahwa di antara naskah warisan leluhur Nusantara, setidaknya ada 20 naskah yang secara spesifik membahas air. Disebutkan bahwa air terwujud sebagai konteks jalinan keindahan dan air sebagai variabel penting dalam inspirasi dan kedamaian yang memperteguh sang kawi.

Salah satu wujud air, berupa danau ia katakan sebagai sentral air dan pusat peradaban untuk upacara, kelangsungan ekosistem dan persawahan. “Koridor berpikir dan bertindak kita adalah pemuliaan air, orang harus tahu air adalah perwujudan Siwa yang maha agung,” katanya.

Baca juga:  Gawat, Ketersediaan Air di Jawa Kritis

Sementara itu, AAGN Ari Dwipayana, yang juga Koordinator Staf Khusus Presiden menyampaikan bahwa saat ini upaya pelestarian air secara komprehensif dan integrated dari hulu, tengah, hingga hilir sangat dibutuhkan. Pemerintah bertugas menjaga alam baik gunung, danau maupun sungai, serta mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga dan merawat sungai.

Pada catatan penutupnya, Ari Dwipayana menekankan empat agenda yang perlu mendapatkan perhatian masyarakat Bali. Pertama, eksplorasi, pengayaan dan konsolidasi dalam aspek Toya Tattwa (eco-teology); kedua, pengembangan sains dan teknologi tentang air berbasis kearifan lokal; ketiga, penguatan politik kebijakan yang berkesadaran ekologis dan efektif dijalankan agar delivered; dan ke-empat pembangunan gerakan kesadaran melalui edukasi, dan awig-awig sehingga menjadi perilaku etik sehari-hari. “Keempat agenda tersebut, harus menjadi agenda yang kita perjuangkan bersama,” pungkas Ari menutup diskusi. (kmb/balipost)

BAGIKAN