Fendy Apriyadi. (BP/Istimewa)

Oleh Fendy Apriyadi

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat perekonomian bali triwulanbIII-2021 secara q-to-q mengalami kontraksi, yaitu pertumbuhan yang negatif (-4,08 persen). Pertumbuhan negatif menunjukkan total nilai tambah yang terjadi pada triwulan ini (Juli-September) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya (April-Juni).

Pada triwulan ini, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali sebagai akibat meningkatnya kasus positif Covid-19 usai libur Lebaran 2021. Hal tersebut kembali memukul perekonomian Bali, khususnya sektor pariwisata yang pada triwulan sebelumnya tengah mencoba untuk bangkit dari keterpurukan masa pandemi Covid-19 dengan adanya dukungan dari pasar wisatawan domestik.

Sejalan dengan hal di atas, ditinjau secara y-to-y (perbandingan Triwulan III-2021 terhadap Triwulan III-2020) perekenomian bali masih terkontraksi sebesar -2,91 persen. Belum pulihnya sektor pariwisata sebagai penopang utama perekonomian Bali, diperkirakan menjadi sumber penyebab masih terkontraksinya pertumbuhan ekonomi secara kumulatif (c-to-c) yakni gabungan pertumbuhan triwulan I-2021 sampai dengan triwulan III-2021 sebesar -3,43 persen.

Keadaan tersebut terlihat pada pertumbuhan negatif terdalam yang terjadi pada lapangan usaha yang berkaitan erat dengan pariwisata yakni Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dan Transportasi dan Pergudangan. Masing-masing memberi sumbangan
minus 1,80 persen dan 1,09 persen, yakni sekitar
80 persen dari total kontraksi.

Baca juga:  Dekolonisasi Pendidikan Indonesia

Namun demikian, kabar baiknya besaran kontraksi ekonomi tersebut dapat dikatakan menunjukkan adanya perbaikan jika dibandingkan dengan besaran kontraksi ekonomi sampai dengan semester I-2021 yang tercatat sedalam 3,69 persen. Ini menunjukkan,
pemulihan ekonomi sedang berproses menuju perbaikan, walaupun tidak secepat yang diharapkan.

Kontraksi akibat penurunan aktivitas ekonomi tentunya sangat berpengaruh nyata terhadap para
pekerja. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021 mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar
5,37 persen.

Meskipun mengalami penurunan 0,25 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020. Namun TPT tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan TPT Bali sebelum pandemi Covid-19 pada Februari 2020 yang tercatat sebesar 1,25 persen.

Padahal sebelum Pandemi Covid-19, Bali tercatat sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran terendah di Indonesia. Kini posisi Bali menempati urutan 19 sebagai provinsi yang memiliki angka pengangguran tinggi di Indonesia.

Baca juga:  Membangun Bali Secara Holistik

Pada level pengangguran kabupaten/kota, daerah yang menitikberatkan pada sektor pariwisata memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Denpasar,
Badung dan Gianyar menempati urutan tiga besar pengangguran tertinggi di Bali dengan angka tingkat pengangguran di atas 6 persen.

Sebelumnya, pada 2019 Badung sempat menempati urutan kedua terendah tingkat pengangguran di Bali. Kondisi terkini, penduduk miskin Bali tercatat sekitar 201,97 ribu orang.

Bertambah 5,05 ribu orang dibandingkan kondisi
sebelumnya (September 2020) yang tercatat sekitar 196,92 ribu orang. Meningkatnya kemiskinan dan masih tingginya pengangguran akan memperlebar kesenjangan pendapatan di antara penduduk.

Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat gambaran tersebut adalah Indeks Gini Ratio. Nilai indeks gini ratio berkisar antara 0 – 1.

Semakin tinggi nilai indeks gini ratio menunjukkan kesenjangan yang semakin tinggi. Gini ratio Provinsi Bali pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,378 nilai ini mengalami kenaikan sebesar 0,009 poin dari kondisi September 2020 yang tercatat sebesar 0,369.

Baca juga:  Memberdayakan Emak-emak Melalui Literasi

Menurut Todaro (2003), angka gini ratio yang berkisar antara 0,35 – 0,5 merupakan kategori ketimpangan sedang. Pemberian bantuan sosial baik kepada masyarakat, stimulus dan insentif kepada pelaku usaha, begitu juga berbagai event yang dilaksanakan di Bali, Kebijakan Work From Bali (WFB) merupakan sejumlah upaya yang dilakukan untuk menggeliatkan perekonomian dan menahan angka kemiskinan serta pengangguran.

Peta jalan Ekonomi Kerthi Bali yang diusung dari keorisinilan dan keunggulan sumber daya lokal diharapkan mampu menambah semangat optimisme Bali bangkit di Tahun 2022. Dengan paradigma ini, kedepannya Bali tidak hanya bergantung pada satu kantung perekonomian, namun berusaha berjalan seimbang dengan sektor-sektor lainnya.

Terakhir, tanpa upaya penjagaan terhadap kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan tentu tidak akan memberikan arti terhadap upaya yang telah dilakukan dan direncanakan. Penerapan protokol kesehatan merupakan gerbang utama dalam menghadapi kondisi saat ini.

Penulis adalah Fungsional Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Jembrana

BAGIKAN