DENPASAR, BALIPOST.com – Lima orang saksi kembali dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi pungutan kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Banjar Antugan, Desa Jehem, Tembuku, Bangli, Selasa (25/1). Dalam sidang yang dipimpin Heriyanti, juga mengungkap adanya Peraturan Bupati (Perbup) Bangli, yang diperbolehkan memungut PTSL maksimal Rp 150 ribu.
Karena ada dalam dakwaan JPU, majelis hakim mempertanyakannya, khususnya soal penghitungan pungutan. Sementara para saksi, seperti saksi Wayan Suar, di hadapan JPU Kevin Donaque, Gadhiz Ariza dkk., menyampaikan dia diminta Rp 1 juta oleh terdakwa I Wayan Sudirga, Jro Bandesa Pakraman Antugan, Jehem.
Hanya saja dia membayar hanya Rp 400 ribu dan itu pun sudah dikembalikan setelah kasus ini dibidik kejaksaan. Di awal kesaksian, Suar mengaku mengajukan sertifikat dan sudah jadi.
Ia dimintai KTP dan KK dan diserahkan ke Pak Sudirga (terdakwa). Atas pembayaran Rp 400 ribu, dalam hati kecilnya keberatan karena dalam sosialisasi PTSL itu gratis.
Selain itu hakim juga menanyakan soal pengukuran. Saksi mengatakan yang mengukur petugas BPN Bangli, namun hanya ngukur, tidak sampai mematok. I Nengah Budiarta juga mengakui adanya sosialisasi dari Jro Bandesa untuk nyetor KTP dan KK dalam mengurus sertifikat.
Ia mengaku tidak ada isi blanko. Lalu diukur oleh BPN Bangli. Sertifikat selesai, dan diserahkan ke saksi, dengan biaya satu sertifikat Rp 500 ribu.
Saksi mengaku tidak punya uang, sehingga untuk dua sertifikat hanya bayar Rp 500 ribu. Saksi membayar di rumah terdakwa dan mengaku terpaksa.
Saksi sejatinya keberatan, karena banyak warga menyatakan bahwa PTSL itu geratis.
Kesaksian I Nyoman Kajeng tak jauh beda. Dia mengaku terdakwa Sudirga akan membuatkan sertifikat. Itu disampaikan saat pertemuan di balai banjar.
Disampaikan pada seluruh warga, untuk bisa membuat sertifikat. Saksi mendengar bahwa PTSL itu geratis. Saksi disuruh buat patok oleh BPN Bangli. Satu sertifikat juga dikenai ongkos Rp 500 ribu di bayar ke bandesa. (Miasa/balipost)