Ahli LPLPD dan Inspektorat saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang dugaan korupsi LPD Ped, Nusa Penida, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (27/1) memasuki pemeriksaan ahli. Di antaranya ahli dari LPLPD Provinsi Bali dan Inspektorat Klungkung. Dari persidangan itu, terungkap bahwa modal pemerintah dalam LPD Ped sekitar Rp 5 juta. Sedangkan audit oleh inspektorat menemukan kerugian hingga Rp 4,4 miliar.

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah Ketua LPD Desa Adat Ped, I Made Sugama dan I Gede Sartana petugas bagian kredit. JPU dari Kejari Klungkung, I Made Dama dan Leonardo Dasilva, mendengarkan keahlian pertama dari I Gusti Rai Oka Astika selaku Tenaga Ahli LPLPD Provinsi Bali.

Dia menyebut modal yang diberikan pemerintah adalah untuk mendirikan LPD. Dalam persidangan, ahli juga ditanya apabila ada persoalan LPD di mana ranah penyelesaiannya.

Disebutkan bahwa penyelesaian bisa dilakukan oleh Jro Bandesa bersama pihak desa melalui paruman sebagai pengambil kebijakan tertinggi. Namun faktanya, kata hakim, justru banyak kasus LPD masuk Pengadilan Tipikor Denpasar. Bahkan kasus korupsi, didominasi kasus LPD.

Baca juga:  Survei Kandidat, KGB akan Gandeng LSI

Atas dasar itu, dalam persidangan dilihat ada regulasi dan sistem, termasuk pengawasan yang tidak efektif dalam urusan LPD, kendati sudah ada standar kerja SDM dalam pengelolaan LPD. Untuk itu, menyikapi banyaknya perkara LPD dan apa yang salah dalam pengelolaan LPD, termasuk regulasi di atasnya seperti pergub maupun aturan lainnya, majelis hakim berharap adanya pembahasan dengan aparatur penegak hukum dan pemerintah, baik bersama kepolisian, kejaksaan dan hakim, serta pemerintah daerah dengan pihak pengurus LPD, LPLPD dan Desa Adat.

Sehingga diharapkan adanya regulasi yang jelas, baik aturan di atasnya, maupun pararem, awig-awig, maupun regulasi hukum lainnya. Termasuk yang hangat dibahas soal adanya jaminan dana nasabah LPD.

Baca juga:  Capai Rekor Tertinggi di 2023, Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Jepang

Kembali pada kasua PLD Ped, dalam persidangan yang diketuai hakim Heriyanti, ahli LPLPD juga dicecar soal pesangon, uang tirtayatra dan sejumlah peristiwa lainnya di LPD Ped, termasuk tunjangan kesehatan. Ahli LPLPD mengatakan pada pokoknya bahwa pesangon tidak dibenarkan pada karyawan sebelum memasuki masa pensiun.

Selain itu juga disinggung soal setoran lima persen ke LPLPD dan bagaimana jika aktiva diambil alih. Soal tunjangan kesehatan, diberikan untuk berobat atau biaya jika dilakukan rawat inap. “Tunjangan kesehatan, kalau sakit buat bisa ke rumah sakit untuk berobat. Opname misalnya, juga bisa,” tandas ahli.

Sementara kuasa hukum terdakwa menanyakan soal indikasi tumpang tindih pembinaan maupun pengawasan, apakah ada di LPLPD ataukah Jro Bandesa. Mana yang dipakai?

Dalam persidangan, muncul jawaban ada tugas dan pembinaan itu selain LPLPD dan Jro Bandesa, ada juga prajuru LPD, ada panureksa, yang muara akhirnya adalah putusan paruman desa. Itu juga berlaku jika ada kredit macet, domainnya ada di paruman desa.

Baca juga:  Sejumlah Toko Modern Disidak Terkait Penerapan Prokes

Sementara ahli inspektorat, I Kadek Winarta menjelaskan, bahwa dia sebagai ketua tim dalam audit LPD Ped. Ahli sebelumnya ada permintaan dari penyidik, baik soal expose, maupun permintaan data dan barang bukti terkait. Hingga akhirnya ahli melakukan analisis dari barang bukti dan melakukan klarifikasi dengan pihak terkait. Hingga akhirnya audit LPD Ped dilakukan pada 28 Juni hingga 1 Desember 2021.

Obyek audit antara tahun 2017 hingga 2020. Sesuai dengan hasil expose, ahli menemukan delapan kejadian. Di antaranya tunjangan kesehatan, biaya promosi, pesangon, tirtayatra dan peristiwa lainnya. Kesimpulannya, terjadi kekurangan uang Rp 4,4 miliar. (Miasa/balipost)

 

BAGIKAN