TABANAN, BALIPOST.com – Keris bagi masyarakat Hindu di Bali merupakan benda pusaka yang dianggap sakral. Selain digunakan untuk aktivitas seni, keris di Bali juga kerap digunakan untuk kelengkapan ritual dan adat.
Menjadi pembuat keris tentunya tidak hanya membutuhkan keahlian, tetapi juga anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa (taksu). Adalah Pande Ketut Margita, warga Banjar Pande Batu Sangian, Desa Gubug, Tabanan yang sangat dikenal dengan keahliannya membuat keris.
Akrab dipanggil Jro Pande Margita, ayah dua orang anak ini telah menggeluti keahliannya sejak tahun 2000. Namanya juga sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas.
Ribuan orang berasal dari seluruh Bali, bahkan beberapa dari luar negeri salah satunya Belanda, telah memesan keris buatannya. Biasanya, pesanan keris ini diperuntukkan untuk pegangan pribadi maupun sebagai pejenengan atau pusaka di Pura.
Keistimewaan keris buatan Jro Pande Margita terletak pada unsur yang digunakan. Dirinya menggunakan tiga unsur besi yang disatukan yakni unsur besi Brahma (besi baja), unsur besi Wisnu (besi kayeki atau besi ireng) dan unsur besi Siwa (besi Pamor atau besi nekel).
Untuk dapat membuat keris, diawali dengan pemilihan bahan baku yang baik. Keahlian Jro Pande Margi ini memang turun temurun dari ayah dan kakeknya, namun di 2000 silam, dirinya juga sempat bepergian ke Jawa guna mempelajari cara ‘melipet besi’ yang merupakan salah satu cara dalam membuat keris.
“Semua perajin pande besi tentu bisa membuat keris, hanya saja bahannya satu besi. Astungkara dari hasil belajar di Jawa saya bisa mengabungkan besi dari tiga unsur agar lebih manjur. Itupun hanya belajar dua hari,” terangnya, Kamis (27/1).
Begitupun dari mulai pembuatan hingga menjadi keris, lanjut kata Jro Pande Margita, harus melalui tiga kali upakara. Menurutnya, Keris merupakan warisan budaya yang bukan sembarang benda. Keris adalah wujud leluhur sekala yang harus dirawat dan dilestarikan, oleh sebab itu dirinya saat ini menyerahkan seluruh hidupnya untuk membuat keris sekaligus melestarikan budaya. “Saya hanya ingin melestarikan warisan budaya agar tidak punah, apalagi saat ini sudah mulai muncul generasi muda yang melakoni kerajinan keris ini,” lanjut Jro Pande Margita.
Dalam proses pembuatan keris pun terutama untuk pejenengan atau pusaka di Pura, Jro Pande Margita menentukan hari baik. Untuk pembuatan satu keris membutuhkan waktu sekitar tiga sampai empat hari, itupun belum sepenuhnya finishing. “Jadi untuk pembuatan keris, tombak ataupun barang sakral lainnya ini memang di hari-hari tertentu atau menurut duasa, biasanya dalam satu bulan maksimal sampai 4 kali, kalau seperti pisau, blakas dan alat rumah tangga lainnya itu bisa setiap hari dikerjakan,” ucapnya.
Dengan keahlian yang dimilikinya ini, iapun tetap bersyukur masih bisa berkarya, bahkan meski di masa pandemi saat ini. “Saya bangga lahir jadi warga Pande, karena telah diberikan keahlian dari leluhur, ini yang akan terus saya lestarikan,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)