Luhut B. Panjaitan. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan mengatakan data yang ada menunjukkan bahwa pengetatan pintu masuk internasional berhasil menekan laju Omicron masuk ke Indonesia. Namun, ia mengutarakan, melihat laju peningkatan kasus akibat transmisi lokal, perlu ada strategi pendekatan baru.

“Pemerintah mengubah masa karantina dari tujuh hari menjadi lima hari. Dengan catatan, bahwa WNI dan WNA yang masuk ke Indonesia wajib vaksin lengkap,” tegas Luhut dalam keterangan virtual yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (31/1).

Berbicara usai Ratas evaluasi penanganan pandemi COVID-19, Luhut mengatakan jika WNI yang masuk ke Indonesia baru menerima vaksin dosis pertama, harus menjalani karantina 7 hari. Kebijakan ini diberlakukan mengingat sebagian besar PPLN yang terdeteksi positif adalah varian Omicron dan berbagai riset menunjukkan bahwa inkubasi varian ini berada di sekitar 3 hari.

Baca juga:  Puluhan LPD Terjerat Kasus Hukum, Diperlukan Penguatan Lembaga dan SDM

“Langkah menurunkan hari karantina ini juga mempertimbangkan perlunya realokasi sumber daya yang kita miliki. Wisma yang tadinya disediakan untuk PPLN akan disiapkan untuk isolasi terpusat. Kemudian seiring dengan kebutuhan isoter yang diprediksi meningkat untuk kasus konfirmasi OTG dan bergejala ringan,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) ini mengatakan ahwa tujuan dan arahan penanganan COVID-19 hingga hari ini tetap dipegang secara konsisten. Namun, strategi di lapangan harus dinamis dan dibaca sebagai kebijakan yang berubah-ubah. “Justru itulah yang harus sama-sama kita lakukan untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dengan kepentingan perekonomian bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Baca juga:  Dagang Canang Terlibat Jaringan Narkoba

Presiden, lanjutnya, mengingatkan kembali untuk menerapkan prinsip kehati-hatian akibat lonjakan kenaikan kasus. Pemerintah terus memonitor pergerakan kasus konfirmasi secara harian. Pemerintah juga melihat berbagai aspek, seperti angka keterisian rumah sakit, jumlah vaksinasi di daerah. Hal ini dimaksud agar langkah cepat yang terukur yang selalu diminta oleh presiden dapat dilakukan dengan baik,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa semua langkah dilakukan penuh perhitungan melalui koordinasi dengan berbagai pihak. Dikatakannya, data yang dihimpun dari berbagai sumber, tingkat keparahan Omicron di negara-negara yang telah mengalami puncak gelombang varian itu, seperti di Amerika Serikat, Israel, Afrika Selatan, maupun Inggris, sepertiga kali lebih rendah dari Delta. “Namun jumlah rawat inap di negara tersebut jauh lebih tinggi dikarenakan jumlah kasus meningkat hingga lebih 3 kali dibandingkan dari Delta,” ungkap Luhut. (Diah Dewi/balipost)

Baca juga:  Gunung Agung Level III, Pengungsi Mulai Kembali ke Rumah
BAGIKAN