Ni Nyoman Srinasih dan Putu Wijana memperlihatkan piagam Bali Brand yang diterimanya. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Kabupaten Tabanan memiliki kuliner khas dengan cita rasa yang sangat menggugah selera. Bahkan kuliner ini hanya bisa dijumpai di Kecamatan Pupuan, tepatnya di Desa Sanda. Namanya “Entil.”

Sajian kuliner menyerupai lontong ini sarat makna filosofis yang berhubungan dengan perayaan Galungan. Adalah pasangan suami istri Ni Nyoman Srinasih dan Putu Wijana yang berupaya mengembangkan kuliner ini dengan usaha “Warung Dedy Entil Sanda.”

Untuk bisa meniikmati sajian kuliner khas ini, para pelanggan harus datang ke Desa Sanda. Atau jika beruntung, Entil Sanda ini bisa dinikmati saat ajang pameran kuliner seperti saat Hut Kota Tabanan maupun Festival Tanah Lot, seperti yang digelar sebelum pandemi.

Para pelanggan tidak hanya warga lokal, melainkan datang dari berbagai daerah. Termasuk, ada juga yang datang khusus dari luar Bali.

Diterangkan Ni Nyoman Srinasih, ia merintis usaha kulinernya ini sejak 2016. Dari awalnya hanya sebuah warung kecil di dekat rumah.

Baca juga:  Warung Makan Jepun Konsisten Sajikan Lawar Klungah dan Berengkes Negaroa

Lantaran banyak pelanggan dan tidak ada areal parkir yang mendukung serta berada di tikungan yang dinilai sangat membahayakan, ia bersama suaminya memutuskan mencari lokasi warung yang lebih luas.

 

Entil buatannya sangat diminati oleh para penikmat kuliner. Bahkan, mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wisryastuti dan sejumlah pejabat (pimpinan OPD) menjadi pelanggan setia yang selalu memesan Entil saat ada kegiatan kerja atau melintas di wilayah Pupuan. “Awalnya Entil ini disajikan sebatas pesanan saja, namun akhirnya menjadi penopang perekonomian keluarga kami. Astungkara pandemi saat ini tidak banyak berdampak pada warung kami,” terangnya.

Baca juga:  Baliho Kedaluwarsa Diberangus

Entil, lanjut Srinasih, sebenarnya hanya dimasak saat Hari Raya Ulihan. Sejak dulu, Entil dimasak oleh masyarakat Pupuan sebagai persembahan kepada Tuhan saat Ulihan Galungan yang mengandung makna sebagai hari memberikan oleh-oleh kepada Dewa Pitara atau leluhur di saat kembali ke Kahyangan.

Ulihan juga mengandung makna “kembali” yang diharapkan agar seluruh umat kembali ke kondisi batin yang damai, sama seperti saat Hari Raya Kemenangan (Galungan) dan terus mempertahankan kondisi itu dengan mengarahkan pikiran ke hal-hal yang positif.

Jika dulu Entil dimasak dan dihidangkan bersama urutan (sosis ala Bali), dendeng asap, kerupuk, dan tum daun ubi, kini Entil dihidangkan dengan kuah, telur rebus, sayur ubi, kacang, serundeng, serta daging ayam suwir yang menggugah selera. Ditambah camilan keripik keladi yang renyah.

Baca juga:  Warga Pandak Gede "Nampah" Kerbau Jelang Galungan

Yang membedakan Entil dengan lontong adalah pembungkusnya. Entil terbuat dari beras yang dibungkus dengan ‘Daun Kalingidi’. Daun ini memberikan warna hijau alami serta memberikan aroma dan rasa yang khas.

Khusus untuk Entil Sanda, dibuat dari beras merah dan beras asli Sanda dibungkus daun Kalingidi dan direbus selama 5 jam agar lebih pulen. “Daun Kalingidi ini juga membuat Entil berwarna hijau dan menjadi tidak cepat basi karena menyerap air, dan Entil ini bisa bertahan sampai 3 hari. Awalnya sempat gunakan daun pisang, tetapi sore dibuat besoknya mau dijual sudah basi,” terangnya.

Untuk Daun Kalingidi ini, gampang diperoleh. Sebab, masyarakat setempat banyak membudidayakan tanaman tersebut. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN