SINGARAJA, BALIPOST.com – Kabupaten Buleleng merupakan daerah yang kaya dengan warisan resep kuliner tradisional. Bukan saja karena jumlah yang beragam, namun masakan tradisional di Gumi Den Bukit ini memiliki keunikan dan tidak mudah dijumpai di daerah lain.
Salah satunya adalah resep Bubur Mengguh. Resep tradisional satu ini merupakan khas dari Desa/ Kecamatan Tejakula. Salah satu penerus warisan resep leluhur ini adalah Nyoman Artini.
Salah satu motivasinya mengembangkan resep warisan leluhur itu karena keinginannya Bubur Mengguh tetap eksis di tengah perkembangan beragam kuliner modern. Artini beberapa waktu lalu mengatakan, secara persis siapa yang menciptakan resep Bubur Mengguh belum diketahui.
Hanya dari penuturan para pendahulunya, bubur ini adalah hidangan khas di desanya. Sejak ditemukan hingga sekarang, warga memesak Bubur Mengguh pada saat menggelar upacara adat, agama, dan kegiatan lain. “Dari kecil sudah tahu masakan ini “Bubur Mengguh”. Kata orangtua ini warisan dari leluhur dan tidak tahu persis siapa yang pertama kali menemukan,” katanya.
Sekilas Bubur Mengguh tidak ada bedanya dengan bubur beras pada umumnya. Namun, menurut Artini, bubur dari desanya ini memiliki perbedaan. Pertama, Mengguh setelah matang butir berasnya masih terlihat jelas dan ini membedakan dengan bubur beras pada umumnya yang bertekstur halus.
Perbedaan lainya adalah, Mengguh berisi tambahan beragam sayur yang dibumbui kacang tanah yang sudah dihaluskan dan gorengan tahu. Selain itu, juga ditambah gorengan jagung, kerupuk, atau emping.
Yang menjadi ciri khasnya, pemakaian bumbu dan rempah Bali yang membuat bubur ini memiliki cita rasa meski hanya dihidangkan tanpa tambahan sayur dan lauk. “Cara masaknya simpel dan Bubur Mengguh ini teksturnya adalah kasar bukan halus dan itu menjadi ciri khas dan tambahan sayur atau jagung goreng itu membuat pembeda dari bubur pada umumnya,” tegasnya.
Di tengah perkembangan bisnis kuliner modern belakangan ini, Artini mencoba untuk mengenalkan Bubur Mengguh kepada masyarakat luas. Hasilnya, belakangan ini sejumlah acara mulai memesan Mengguh sebagai hidangan khas. Hanya saja, pemasaran masih terbatas di Buleleng saja.
Meski begitu, ia merasa bangga resep kuliner warisan leluhurnya itu tetap dicintai, sehingga tidak punah di tengah persaingan kuliner modern belakangan ini. “Biasanya ada acara di instansi pemerintahan atau acara lain saya dapat pesanan membuat Bubur Mengguh. Walau masih kecil-kecilan, paling tidak resep warisan leluhur kami ini masih bisa dinikmati dan lestari. Mudah-mudahan ke depan akan bisa memasarkan lebih luas lagi,” harapnya. (Mudiarta/balipost)