I Made Agus Adnyana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Agus Adnyana

Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama hampir dua tahun berdampak pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Berawal dari krisis kesehatan, berlanjut pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

Pembatasan mobilitas penduduk dan distribusi barang dalam upaya pengendalian penyebaran COVID-19 berdampak pada permintaan dan penawaran
hampir semua sektor ekonomi, yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi yang tidak biasa. Krisis ini berdampak pada penurunan pendapatan beberapa rumah tangga yang berimbas pada pola konsumsi rumah tangga, yang secara umum akan membuat perubahan pada pola permintaan dan penawaran agregat, dan pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan tingkat harga-harga berbagai barang dan jasa.

Inflasi yang merupakan gambaran kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan terus menerus menjadi salah satu indikator penting di tengah ketidakpastian ekonomi dan risiko dari perubahan permintaan agregat pada masa pandemi ini. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi, terjadi penurunan tingkat harga-harga secara umum.

Dalam teori ekonomi yang digambarkan melalui kurva Philips, inflasi merupakan indikator yangberkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Sebelum pandemi COVID-19, menurut catatan Badan Pusat Statistik, inflasi Kota Denpasar relatif stabil pada kisaran 3%, sesuai dengan yang ditargetkan pemerintah Provinsi Bali.

Baca juga:  Ancaman Global Pascapandemi

Namun ada kecenderungan menurun di tahun 2019, dimana inflasi basis tahunan untuk Kota Denpasar pada saat itu sebesar 2,37%, yang merupakan inflasi terendah sejak tahun 2010. Senada dengan inflasi, dari sisi pertumbuhan ekonomi, ekonomi Bali pada tahun 2019 tumbuh 5,60%, turun dibandingkan pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2018 yang mencapai 6,31%.

Bulan Maret 2020 adalah pertama kali diumumkannya ditemukannya virus COVID-19 di Indonesia. Pandemi COVID-19, yang menyebabkan dilakukannya pembatasan sosial, berakibat pada perubahan pola konsumsi masyarakat, yang mempunyai kecenderungan untuk menahan konsumsinya.

Di tahun 2020 ekonomi Bali terjun bebas dengan pertumbuhan minus 9,31%. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang minus, inflasi tahunan Kota Denpasar pada tahun 2020 tercatat cukup rendah, hanya sebesar 0,55%, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2019.

Baca juga:  Tekan Kasus COVD-19, Disiplin Prokes, Jujur dan Kerjasama

Sejak bulan April hingga Oktober 2020, kecuali bulan
Juni sempat inflasi sebesar 0,08%, Kota Denpasar tercatat bertutut-turut mengalami deflasi, dengan deflasi terendah terjadi pada bulan Juli yang tercatat
sebesar -0,46%. Hari Raya Galungan dan Kuningan pada bulan September 2020 tidak cukup kuat meningkatkan permintaan agregat untuk menahan
terjadinya deflasi.

Dari sisi komponen pembentuk inflasi, deflasi ini lebih banyak di dorong oleh deflasi yang terjadi pada komponen harga-harga bergejolak/volatile prices yang mengalami deflasi sebanyak tujuh kali dalam setahun dan komponen harga yang diatur oleh pemerintah/administered prices yang mengalami deflasi sebanyak sembilan kali di tahun 2020.

Sedangkan komponen inti lebih banyak mengalami inflasi. Ini dapat mengindikasikan daya beli masyarakat masih ada walaupun lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2021, penyebaran COVID-19 sempat kembali meningkat seiring masuknya varian Delta, sehingga pemerintah Indonesia menerapkan pengetatan kembali dengan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.

Dampak yang dapat kita lihat pada inflasi adalah, Kota Denpasar yang sempat mengalami tekanan inflasi di awal-awal tahun, kembali mengalami pelemahan tekanan inflasi. Maret 2020, Kota Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,47%, kemudian kembali mengalami penurunan hingga di bulan April sampai Juni mengalami deflasi secara berturut-turut.

Baca juga:  Ajaran Leluhur Bali dalam Menyapa Wabah

Komponen harga-harga bergejolak yang bersifat musiman menjadi penahan tekanan inflasi. Menurunnya jumlah kasus positif di Indonesia setelah meredanya varian Delta, dan pengurangan pengetatan mobilitas penduduk, memberi peluang pada peningkatan permintaan agregat.

Secara basis tahunan Kota Denpasar mencatatkan inflasi sebesar 2,01% pada tahun 2021, dimana ketiga komponen sama-sama mengalami inflasi, dan komponen inti mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sebagai indikasi adanya perbaikan daya beli masyarakat, walau masih lebih rendah dari masa sebelum pandemi.

Rendahnya kasus penularan COVID-19 serta keberhasilan program vaksinasi di Bali saat ini,
memberikan harapan untuk mengembalikan kepastian ekonomi serta meningkatkan kepercayaan dunia usaha.

Penulis, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN