NEGARA, BALIPOST.com – Panitia khusus (Pansus) Tanah Gilimanuk yang dibentuk DPRD Jembrana tahun lalu telah mendapatkan kesimpulan dan segera dibuat rekomendasi. Pada intinya, dari hasil konsultasi, status tanah Gilimanuk yang ditempati ribuan warga, tidak bisa diubah menjadi hak milik. Pansus juga meminta eksekutif untuk menyelesaikan temuan BPK dimana ada tunggakan sewa tanah di Gilimanuk.
Ketua Pansus, I Ketut Sudiasa, mengatakan sesuai tujuan dibentuknya pansus ini adalah untuk memastikan status tanah Gilimanuk. Karena selama ini, perubahan status tanah selalu dijadikan kepentingan politik.
DPRD tidak ingin masalah tanah Gilimanuk selalu menjadi komoditas politik setiap hajatan pemilihan. Kemudian muncul janji yang mengaku bisa menyelesaikan tanah Gilimanuk menjadi hak milik.
Sudiasa menjelaskan terkait hal itu, dari hasil konsultasi Pansus belum menemukan aturan terkait dibolehkannya status tanah menjadi hak milik. “Kami juga sudah konsultasi dengan dua tim ahli yang juga pakar hukum dan pakar hukum internasional, bahwa tidak bisa dijadikan hak milik,” kata dia.
Sudiasa yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Jembrana ini menyebutkan upaya penelusuran ini juga bersama Bupati dan didapat informasi bahwa tanah Gilimanuk di tahun 1992, negara telah memberikan hak pengelolaan kepada kabupaten Jembrana seluas 144 hektar lebih. “Dari konsultasi itu, keinginan mengubah status tanah dari HGB ke hak milik itu belum bisa. Belum ketemu aturan yang mengatur itu,” kata Sudiasa.
Tanah Gilimanuk dikecualikan bisa diberikan hak penuh kepada warga yang terkena bencana dan keluarga sangat miskin. Namun di Gilimanuk syarat ini belum memenuhi. “Kami dengan tim ahli memberi rekomendasi kepada Pemkab mengambil sikap agar sama-sama nyaman. Pemerintah tetap terhormat dan masyarakat tidak tercederai. Jika nantinya Bupati ada terobosan lain untuk status tanah ini ya silahkan. Atau misalnya bisa berjuang ke pusat,” tandasnya.
Selain terkait status, dari hasil pansus ternyata HGB (Hak Guna Bangunan) yang diberikan kepada masyarakat Gilimanuk muncul masalah baru dimana pembayaran sewa tidak bagus dan tidak jelas. Apakah ini kesalahan pemungut atau pembayarnya itu menurutnya ranah eksekutif untuk menyelesaikan.
Dengan adanya temuan masih tertinggalnya sewa sebesar Rp 870 juta itu, dewan meminta agar diselesaikan sehingga tidak terus jadi temuan. Demikian juga dewan tidak menginginkan adanya permainan di bawah seperti ada yang menguasai beberapa lahan dan disewakan ulang. (Surya Dharma/balipost)