Luhut B. Pandjaitan. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang berakhir pada Senin (14/2) dipastikan berlanjut selama seminggu ke depan. Namun, melihat dampak varian Omicron yang ditimbulkan pada keterisian RS dan kematian, pemerintah tidak akan menginjak rem ekonomi terlalu dalam di tengah meningkatnya kasus. Demikian dikemukakan Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut B. Pandjaitan dalam keterangan virtual usai rapat terbatas evaluasi penanganan COVID-19, Senin (14/2).

Ia mengatakan PPKM akan dilanjutkan dengan sejumlah penyesuaian kembali untuk level 3. Salah satunya, batas maksimum work from office (WFO) yang semula 25 persen, menjadi 50 persen atau lebih.

Selain itu, aktivitas seni budaya dan sosial masyarakat serta fasilitas umum, seperti tempat wisata juga dinaikkan menjadi 50 persen. “Detil peraturan ini nanti akan tertuang dalam Inmendagri yang akan keluar hari ini,” jelasnya.

Dengan begitu, para pedagang kaki lima dan pekerja seni dapat melakukan aktivitas dan tidak perlu dirumahkan akibat dampak kebijakan ini. “Namun, saya titip penerapan protokol kesehatan harus tetap disiplin, utamanya dalam penggunaan masker. Dan sekali lagi jangan lupa untuk melaksanakan vaksinasi satu, dua, dan booster. Karena vaksin sangat cukup, tidak ada masalah,” sebut Luhut yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini.

Baca juga:  Tambahan Harian Pasien COVID-19 Sembuh Lampaui Kasus Baru, Sayangnya Korban Jiwa Juga Bertambah

Ia memaparkan bahwa sejak kasus mengalami peningkatan karena varian Omicron, tingkat kematian dan perawatan di rumah sakit menunjukkan tren penurunan. Bahkan dari berbagai studi, Covid-19 varian Omicron disimpulkan hanya 2 kali lebih mematikan dari flu.

“Sejak 44 hari, belum melebihi puncak Delta pada tahun lalu. Padahal jika merujuk pada negara lain, puncak Omicron 3-4 kali melebihi puncak Delta. Tingkat rawat inap dan kematian juga jauh lebih rendah dari Delta. Tapi ini juga tidak mengurangi tingkat kehati-hatian kita,” ujarnya.

Ia menegaskan data-data ini penting agar tidak memperlakukan Omicron sama dengan Delta pada periode lalu. Pola yang sama juga terlihat di Jawa-Bali, terjadi peningkatan kasus yang melambat. Namun terjadi peningkatan kontribusi di luar Jawa-Bali.

Baca juga:  Puluhan Pemain Liga 1 Terpapar, Pemda Bali dan Penyelenggara Diminta Jaga Kegiatan Aman COVID-19

“Dalam 7 hari terakhir, Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Bali menjadi 3 provinsi yang tren kasusnya lebih tinggi dari puncak Delta. Namun, belum seperti yang diprediksi banyak orang 3 atau 4 kali lebih tinggi dari Delta,” paparnya.

Berita positifnya, kasus di DKI Jakarta mulai menunjukkan tanda-tanda melewati puncaknya. Baik kasus harian, kasus aktif, maupun rawat inap menunjukkan penurunan. Tapi peningkatan mulai terjadi di DIY, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Tidak hanya kasus, jumlah rawat inap di sebagian besar provinsi di Jawa-Bali masih jauh lebih rendah dibandingkan Delta.

Namun, ia menekankan bukan berarti pemerintah menganggap enteng. “Jangan membuat kita jadi ketakutan berlebihan tetapi tetap harus super hati-hati menghadapi perilaku Omicron yang masih banyak juga kita ndak tahu,” jelas Luhut.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa bed occupancy ratio (BOR) yang saat ini diungkapkan pemerintah belum mencerminkan kapasitas maksimum. Jika kapasitas maksimum yang digunakan saat puncak Delta melanda, BOR yang ada saat ini akan jauh lebih rendah. “Misalnya tempat tidur yang disiapkan di Jawa-Bali hanya sekitar 55 ribu, dimana terisi 21 ribu tempat tidur. Sehingga terlihat BOR saat ini di angka 39 persen. Bila menggunakan kapasitas maksimal di angka 87 ribu tempat tidur seperti saat Delta, maka BOR di Jawa-Bali hanya terisi 25 persen saja,” urainya.

Baca juga:  Transmisi Lokal COVID-19 di Bangli Tambah Lagi, Warga Berasal dari Dua Desa Ini

Angka ini pun, lanjut Luhut, masih jauh di bawah standar WHO yang BOR yaitu ada di 60 persen.

Ia pun membandingkan kasus kematian dengan Delta. Per 13 Februari kasus harian mencapai 44 ribu kasus, tingkat kematian pada saat Delta melanda lebih dari 1.000 kematian per hari. Namun, pada hari yang sama di saat kasus harian mencapai 44 ribu, kasus kematian hanya berjumlah 111 kasus. “Dengan data tersebut, saya minta masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan,” ajaknya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN