Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus positif baru COVID-19 di wilayah Provinsi Bali sejak awal Februari 2022 mengalami lonjakan. Diperkirakan lonjakan kasus ini belum akan melandai sampai dilaksanakannya serangkaian kegiatan Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1944.

Untuk itu, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pun mengeluarkan surat penegasan yang bernomor 104/MDA-Prov Bali/II/2022. Dalam surat yang ditandangani Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Jumat (11/2), disampaikan sejumlah penegasan.

Bahwa, Surat Edaran Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Nomor:009/SE/MDA-PBali/XII/2021, tertanggal 22 Desember 2021 pada ketentuan pengaturan angka 1 sudah dengan jelas menegaskan bahwa “Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh agar
tetap mencermati kondisi dan situasi penularan gering tumpur agung COVID-19, dan memastikan sudah dalam kondisi yang melandai serta tidak ada kebijakan baru Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terkait dengan pembatasan aktivitas.”

Baca juga:  Desa Adat Manuksesa Kembangkan Potensi Pertanian

“Mengingat saat ini kondisi COVID-19 di Bali belum dalam kondisi melandai, melainkan justru meningkat kembali secara ekstrem, dan bersamaan dengan itu juga telah ada kebijakan baru dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, seperti status Bali dinaikkan dari PPKM Level 2 menjadi Level 3, dan kembali diberlakukan pembatasan kerumunan, dengan sendirinya berarti Pawai Ogoh-ogoh saat
Pangrupukan yang berkaitan dengan rangkaian Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Isaka 1944 nanti, tidak dilaksanakan,” demikian ditegaskan dalam surat yang diterima Senin (14/2).

Baca juga:  Polantas akan Berikan "Reward" Ini untuk Pengguna Jalan yang Tertib Berlalulintas

Kemudian, untuk rangkaian kegiatan Melasti, Tawur Kasanga, Hari Suci Nyepi Tahun Baru Isaka 1944 dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal, desa adat yang Wewidangan-nya berdekatan dengan segara, melasti di pantai, sedang yang berdekatan dengan danu, melasti di danau, berdekatan dengan campuhan dilakukan di campuhan, dan yang memiliki Beji dan/atau Pura Beji, pelaksanaanya di Beji. Bagi desa adat yang tidak melaksanakan melasti sesuai dengan ketentuan itu, dapat menggelarnya dengan cara ngubeng atau ngayat dari Pura setempat.

Baca juga:  Pascapandemi COVID-19, CHS Jadi Tagline Pariwisata

“Membatasi jumlah peserta yang ikut dalam prosesi upacara Melasti paling banyak 50 orang, dilarang memakai/membunyikan petasan/mercon dan sejenisnya, bagi Krama Desa Adat yang sakit atau merasa kurang sehat, agar tidak mengikuti
rangkaian upacara, dan melaksanakan Catur Brata Panyepian dengan penuh rasa sradha bhakti. Kegiatan upacara Panca Yadnya agar tetap mengutamakan keselamatan bersama, mematuhi protokol kesehatan secara ketat, serta menyesuaikan dengan ketentuan.” (kmb/balipost)

BAGIKAN