A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh  A.A Ketut Jelantik, M.Pd.

Ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya fenomena learning loss selama masa Pandemi Covid-19. Faktor tersebut yakni pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, serta Kurikulum yang digunakan. Dalam kurun waktu dua tahun belakangan, guru dan siswa dihadapkan pada problematika perubahan paradigma belajar dari yang sebelumnya konvensional yakni tatap muka di kelas, ke pembelajaran virtual berbasis digital.

Disparitas ketersediaan sarana pendukung khususnya perangkat digital, serta kompetensi digital guru yang masih carut marut menyebabkan pembelajaran virtual belum sesuai dengan harapan kita semua. Sedangkan opsi kurikulum yang ditawarkan pemerintah baik Kurikulum 13 (K13) maupun Kurikulum Darurat dalam implementasinya di sekolah cenderung pada penuntasan materi atau bahan ajar, akibatnya siswa masih sering dijejali dengan penyelesaian tugas yang dirasakan memberatkan.

Kondisi inilah yang menyebabkan Kemendikbud Ristek mencoba untuk mengambil terobosan baru. Melalui program Merdeka Belajar episode 15 yang ditayangkan secara langsung melalui kanal Youtube Kemendikbud Ristek Jumat (11/2) Mendikbud Ristek Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka serta FlatForm Merdeka Mengajar. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim dalam paparannya menyebutkan Kurikulum Merdeka sebelumnya dikenal dengan sebutan Kurikulum Prototipe dan telah diujicobakan di 2500 sekolah di seluruh tanah air. Kurikulum Merdeka bersifat opsional yang artinya di tahun 2022 sekolah masih diberikan kebebasan untuk memilih apakah menggunakan Kurikulum Merdeka atau kurikulum 13 (K13) atau Kurikulum Darurat. Namun di tahun 2024 semua sekolah diwajibkan untuk menggunakan Kurikulum Merdeka ini sebagai pengganti Kurikulum 13 (K13).

Baca juga:  Anomali Vaksinasi Bali

Kurikulum Merdeka  akan fokus pada upaya untuk menghasilkan lulusan yang memiliki soft skill yang mampu menjawab perkembangan sains dan tehnologi dalam seluruh spektrum kehidupan dan sekaligus lulusan yang  memiliki akhlak mulia, jiwa gotong royong, menghargai kebinekaan, memiliki jiwa kemandirian, mampu bernalar kritis, serta selalu menjadikan jiwa kreatif sebagai bagian pola kerja sehari-hari (Profil Pelajar Pancasila). Ada tiga komponen  yang diharapkan akan menjadi episentrum pengembangan profil pelajar Pancasila yakni yakni pengembangan karakter siswa, Fokus pada materi esensial serta kurikulum yang bersifat fleksibel.

Pengembangan karakter siswa dalam Kurikulum Merdeka  akan dilakukan melalui proses pembelajaran berbasis projek. Penguatan karakter profil pelajar Pancasila melalui pembelajaran berbasis projek akan dilaksanakan mulai jenjang Paud hingga SMA/SMK sesuai dengan porsinya. Begitu pentingnya penguatan karakter terhadap siswa, maka dalam Kurikulum Merdeka ini mengharuskan 20-30% proses pembelajaran digunakan untuk penguatan karakter profil pelajar Pancasila.

Baca juga:  Sampradaya

Pembelajaran berbasis projek bukan saja menuntut kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan dan menyusun set belajar, namun juga membutuhkan ketekunan, serta kerjasama agar mampu menyelesaikan projek yang disusun sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan. Nah, dalam konteks ini maka pembelajaran berbasis projek akan menempa siswa untuk mampu mengintegrasikan konstruk ilmu pengetahuan dari berbagai Mapel, dan sekaligus membangun kebiasaan belajar secara mendalam tentang berbagai hal melalui penguatan literasi baca dan numerasi. Melalui pembelajaran berbasis projek, maka siswa diberikan kesempatan untuk mengekplorasi kejadian-kejadian atau fenomene-fenomena baru yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, mereka akan memiliki peluang untuk memahami fenomena tersebut secara lebih komprehensif dan mendalam.

Kurikulum Merdeka yang fokus pada materi esensial yang mencakup literasi baca dan numerasi untuk semua Mapel. Fokus pada pengembangan materi esensial dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar komprehensif terhadap sebuah fenomena atau konstruk baru. Untuk itu, selain berbasis projek maka proses pembelajaran akan didominasi kegiatan diskusi, problem solving, atau kerja kelompok. Meski demikian, tidak menutupkemungkinan metode ceramah jika materi dianggap padat dan membutuhkan waktu yang cukup.

Baca juga:  Kartini di Era Disrupsi Digital

Kurikulum Merdeka memberikan ruang yang fleksibel bagi sekolah atau guru untuk mengembangkan pembelajaran di kelas sesuai dengan analisis konteks termasuk kondisi setempat. Oleh sebab itu maka sekolah harus memahami secara komprehensif kondisi internal maupun eksternal setempat melalui analisis yang disusun. Guru harus mampu memetakan potensi siswa melalui pembelajaran berdiferensiasi dan yang juga menjadi karakter Kurikulum Merdeka ini adalah tujuan pembelajaran akan disusun per fase ( 2-3 tahun) ini diharapkan akan memberikan ruang dan waktu bagi guru dan sekolah untuk melakukan inovasi dalam berbagai perspektif.

Untuk mendukung sukses pelaksanaan Kurikulum Merdeka tersebut, Kemendikbud Ristek juga meluncurkan aplikasi atau Flatform Merdeka Mengajar. Melalui flatform ini guru diharapkan memiliki “ruang” untuk belajar, mengajar dan sekaligus berkarya. Flatform Merdeka Mengajar ini diharapkan akan mampu memfasilitasi bangkitnya kemampuan digital guru.

Penulis, Pengawas Disdikpora Kabupaten Bangli

BAGIKAN