AMLAPURA, BALIPOST.com – Warga dari Desa Adat Jasri dengan Desa Adat Perasi kembali memanas, pada Minggu (27/2) malam. Gegaranya, penjor dan ambu yang dipasang serangkaian hari raya Nyepi Tahun Baru Caka 1944 dirusak oleh oknum yang tak dikenal.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, kedua desa adat ini kembali memanas, karena masyarakat Jasri tidak terima akan diturunkannya ambu yang dipasang oleh pihaknya. Selajutnya, warga Jasri berkumpul di Patung Salak yang berada di Desa Jasri untuk mendatangi tempat pemasangan ambu yang terletak di antara Desa Adat Jasri dengan Desa Adat Perasi.
Situasi seketika menjadi tegang ketika salah satu anak muda dari Desa Adat Perasi ingin mengecek keberadaan massa yang ada di perbatasan. Pemuda tersebut sempat ditangkap oleh masyarakat Jasri. “Itu yang mengundang kemarahan warga Jasri untuk berkumpul,” ucap sumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Dia menjelaskan, melihat aksi itu tokoh masyarakat Desa Adat Jasri menghimbau warga yang berkumpul untuk segera diminta membubarkan diri. Dan warga berangsur-angsur bubar.
Sementara itu, warga Desa Adat Perasi masih tetap berkumpul di tengah jalan untuk mengantisipasi desanya diserang. Bahkan, sejumlah warga turun membawa senjata tajam berupa golok, sabit, dan tombak.
Atas aksi itu, pada Senin (28/3), telah dilakukan rapat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Karangasem bertempat di Wantilan Kantor Bupati Karangasem. Dalam rapat tersebut menghasilkan kesepakatan bersama.
Pertama, pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tanda tapal batas. Kedua, pemasangan penjor dan ambu dalam kaitan upacara agama di desa adat.
Ketiga, Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri tidak menugaskan pecalang di lokasi wilayah yang disengketakan secara sepihak. Keempat, lokasi kesepakatan pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tapal batas sebagai berikut, Desa Adat Jasri dapat memasang penjor dan ambu di rurung Jasri/jelinjingan sanja dan, Desa Adat Perasi dapat memasang penjor dan ambu di batas Timur Rurung Sri.
Kelima, menyangkut tapal batas wilayah desa adat, kedua belah pihak sepakat mengikuti proses dan keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem. Keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem diharapkan dapat ditetapkan paling lambat enam bulan setelah kesepakatan ini.
Keenam, kedua belah pihak Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri sepakat menerima Keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem dan/atau Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali termasuk penghapusan segala tanda-tanda yang berkaitan dengan Tapal Batas yang dibuat oleh pihak lainnya, baik dilakukan sendiri maupun pihak lainnya. Ketujuh, kedua belah pihak menyepakati dan mematuhi berita acara ini dan tidak membuat hal-hal yang dapat mengganggu Kamtibmas.
Kesepakatan ini berlaku sampai dengan adanya Keputusan yang bersifat final dan mengikat yang dikeluarkan oleh Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem dan/atau oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Kapolres Karangasem AKBP Ricko AA Taruna beserta Wakapolres Kompol I Dewa Putu Gede Anom turun langsung untuk melakukan pendekatan dengan Bendesa Adat Perasi, serta memberitahu bahwa besoknya akan diadakan mediasi bersama pihak terkait. “Tak hanya Kapolres, Kapolda Bali turut datang ke lapangan untuk melakukan pendekatan dengan Bendesa Adat Jasri dan Perasi supaya permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara damai,” imbuh sumber.
Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, meminta MDA Karangasem secepatnya untuk memutuskan sengketa tapal batas sehingga tidak berlarut-larut. “Kita harap tidak sampai ada gesekan, jalin komunikasi apabila akan melaksanakan upacara adat, bedakan tapal batas dengan upacara adat,” pintanya.
Dandim 1623 Karangasem Letkol Inf. Sutikno Dody Trityo Hadi, meminta kedua belah pihak supaya menyampaikan sesuai dengan fakta ,tidak adanya pengerahan massa untuk saling bermusyawarah, hargai dan pedomani kesepakatan.
Sementara itu, Kapolres Karangasem AKBP Ricko A.A. Taruna, meminta supaya tidak ada ego kedua belah pihak. Pemasangan ambu bukan berarti klaim tapal batas, pemasangan dan pencabutan agar koordinasi dengan MDA. “Kita minta jangan melibatkan pecalang di lokasi saat hari raya nyepi, MDA segera putuskan sengketa adat, dan mari kita sepakati ulang, apa keinginan kedua belah pihak,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)