DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang masuk Bali tidak perlu lagi melakukan karantina. Uji coba kebijakan ini akan dilakukan mulai 14 Maret 2022. Selain itu, akan diberlakukan visa on arrival (VoA) dan pencabutan sponsor atau penjamin untuk e-visa.
Terkait rencana penerapan Bali tanpa karantina ini, Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, Nyoman Nuarta, sangat menyambut baik. Pihaknya mengatakan, kebijakan tersebut sudah ditunggu-tunggu pelaku pariwisata selama ini.
Pasalnya, sudah hampir dua tahun pelaku pariwisata, khususnya anggota HPI Bali menganggur. Pihaknya menyebutkan, jika kebijakan ini benar dilakukan dan akan diikuti dengan kebijakan visa on arrival (VOA), bisa menjadi restart pariwisata atau kebangkitan pariwisata Bali.
“DPD HPI Bali sudah sangat siap untuk bekerja sebagai pramuwisata. Saya berharap agar kebijakan ini betul-betul terealisasi dan akan membawa angin segar buat masyarakat Bali pada umumnya dan stakeholders pariwisata pada khususnya. Kita sudah tidak sabar lagi untuk memberikan kesempatan anggota kami untuk bekerja kembali,” kata Nuarta, Senin (28/2).
Hal senada disampaikan Ketua Bali Hotels Association, Fransiska Handoko. Pihaknya juga sangat mendukung wacana pemerintah pusat untuk meniadakan karantina bagi PPLN ke Bali.
Kendati demikian, pihaknya berharap agar Surat Edaran (SE) atau Surat Ketentuan (SK) segera dirilis. “Intinya sangat mendukung, semoga aturan mainnya yang tertulis segera keluar,” ucapnya.
Adapun uji coba penerapan zero quarantine pada 14 Maret ini memberlakukan beberapa persyaratan. Pertama, PPLN yang datang harus menunjukkan pembayaran booking hotel yang sudah dibayar minimal empat hari atau menunjukkan bukti domisili di Bali bagi warga negara Indonesia (WNI). Kedua, PPLN yang masuk harus sudah divaksinasi lengkap atau booster.
Ketiga, PPLN melakukan entry PCR-test dengan menunggu di kamar hotel hingga hasil tes negatif keluar. Setelah negatif PPLN dapat bebas beraktivitas dengan prokes tetap diterapkan.
Keempat, PPLN kembali melakukan PCR-test di hari ketiga di hotel masing-masing. Kelima, event internasional yang akan dilakukan di Bali selama masa uji coba tanpa karantina ini akan menerapkan ketentuan tes antigen tiap hari terhadap peserta tanpa terkecuali. Keenam, pencabutan kewajiban adanya sponsor atau penjamin untuk permintaan e-visa turis karena dinilai memberatkan wisatawan asing.
Kemudahan Visa
Terpisah, praktisi pariwisata Panudiana Kuhn, Selasa (1/3) menyambut baik rencana pemerintah pusat itu. “Saya sangat setuju akan bebas karantina tapi
jangan lupa untuk overseas turis (turis luar negeri) itu perlu kemudahan visa,” ujarnya.
Dicontohkannya, pada 2010 – 2014, VOA dipatok USD 25 per turis dan periode 2015 – 2019 diberlakukan bebas visa yang menyebabkan kenaikan signifikan 75 persen kunjungan wisatawan luar negeri, khususnya ke Bali. Sementara untuk uji coba tanpa karantina, VOA dijual USD 150, menurutnya terlalu mahal.
Jika satu keluarga turis datang, biaya yang dikeluarkan mencapai USD 750. “Yang kita cari premium turis, yang naik pesawat business class, naik pesawat full service. Tapi adakah wisatawan seperti itu?” tanyanya.
Pengalaman di 2015 – 2019, wisatawan asing datang ke Bali mencapai 30 ribu per hari adalah akibat kebijakan bebas visa. Kebanyakan yang membawa turis malah dari low cost carrier, pesawat murah, bukan full service. “Makanya nanti perlu dipikirkan mau seperti apa dan kita engga usah takut, akan
crowd (ramai, red). Tetangga kita juga lagi miskin,
tamu-tamu yang akan datang entah dari Eropa, Amerika, Australia, itu juga lagi mengalami masalah karena pandemi,” tandasnya.
Menurutnya walaupun Bali dibuka dengan VOA atau tanpa karantina belum tentu turis datang berduyun-duyun. “Kita bisa lihat perbandingannya apple to apple, bagaimana Phuket, Langkawi, Kamboja apakah langsung berjuta- juta turis datang? Belum. Kalau Bali ini zero karantina, bebas visa atau VOA silakan,”
ungkapnya.
Meski kebijakan tersebut dampaknya dinilai kecil dan belum tentu mendatangkan banyak wisatawan namun ia melihat pemerintah berupaya untuk membangun
optimisme masyarakat untuk bangkit. Dengan rata-rata lenght of stay wisatawan Asia ke Bali 4-5 hari, kebijakan tanpa karantina akan cukup membantu,
termasuk warga Australia yang menjadikan Bali sebagai second home.
Kebijakan ini dinilai akan mampu membuat ekonomi Bali tumbuh. Selain itu juga dapat meringankan pemerintah karena pemerintah tidak perlu lagi memberikan berbagai bantuan dan subsidi kepada masyarakat mengingat ekonomi sudah mulai
bergerak. (Yudi Karnaedi/Citta Maya/balipost)