DENPASAR, BALIPOST.com – Pemulihan ekonomi Bali kini menjadi isu strategis untuk dikawal dan dijabarkan. Setelah lama stagnan, kini tanda-tanda untuk Bali bangkit mulai nampak. Namun, biaya yang diperlukan untuk bangkit relatif besar terlebih investasi pendukung masih banyak yang kolaps.
Melihat kondisi ini, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) mengaku siap mendukung upaya pemulihan ekonomi Bali. Namun, untuk kredit investasi tetap perlu kajian dan perhitungan cermat. Terlebih, kini masih pada masa restrukturisasi kredit bagi para pelaku usaha.
Direktur Utama Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, Selasa (8/3) menyampaikan, dari sisi likuiditas perbankan tak perlu dikhawatirkan karena likuiditas perbankan tidak lepas dari Dana Pihak Ketiga (DPK), yang mana DPK pada akhir 2021 tumbuh 8%. “Likuiditas tak ada masalah karena DPK kita masih tumbuh. LDR (rasio total pinjaman bank dan simpanan) kita juga stabil 85% sesuai standar OJK,” ujarnya.
Ia juga memastikan kesiapan pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali dapat terfasilitasi pembiayaan oleh perbankan, asal usaha tersebut lolos analisa kredit dari perbankan itu sendiri. Ada beberapa kriteria yang dinilai oleh perbankan di antaranya, track record usahanya, prospek usahanya termasuk pangsa pasar usaha tersebut.
Meskipun di awal pandemi, masyarakat Bali yang kehilangan pendapatan bahkan pekerjaan mulai menarik tabungannya, namun hal itu dikatakan tidak menganggu secara signifikan likuiditas perbankan. Dengan adanya kedatangan dan kemudahan bagi PPLN ke Bali bisa mendorong peningkatan kunjungan wisatawan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Bali bergerak lebih baik yang ujung-ujungnya peningkatan kapasitas perbankan menggerakkan ekonomi bagi pelaku usaha. “Sehingga kita siap memberikan pembiayaan berdasarkan perhitungan, berdasarkan kebutuhan dan hasil analisis,” bebernya.
Perbankan, bahkan diakui tidak pernah anti menyalurkan pembiayaan karena sebelum wisatawan domestik dibuka, ia telah memberikan apresiasi kepada nasabah dengan menyalurkan kredit pada UMKM. UMKM menjadi fokus perbankan dalam hal pembiayaan.
Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika program restrukturisasi kredit masih berjalan hingga 2023, sementara saat ini tanda-tanda pemulihan terlihat sehingga dunia usaha perlu bantuan pembiayaan, maka di sini akan terjadi gap atau ketidaksinkronan kemampuan LJK dalam memulihkan ekonomi Bali.
Apalagi Bank Indonesia sempat menyebut dalam upaya pemulihan ekonomi akan menimbulkan scaring effect yang memerlukan biaya yang besar dalam penyembuhannya. “Kita harus mampu seimbangkan itu, bagaimanapun juga relaksasi memberikan stimulus pada dunia usaha untuk memulihkan ekonomi agar tetap bisa eksis dan tumbuh positif,” tandasnya.
Sementara Kepala OJK Bali Nusra, Giri Tribroto sebelumnya mengatakan pada 2022 kredit perbankan akan tetap tumbuh. Dengan dibukanya penerbangan internasional ke Bali, dan relaksasi bagi PPLN merupakan peluang yang harus dijaga bersama. Diakui ada 6 sektor prioritas bank dalam menyalurkan kredit di Bali yaitu, pertanian arti luas, kelautan dan perikanan, industri pengolahan, IKM, UKM, koperasi, ekonomi kreatif dan digital, pariwisata. (Citta Maya/balipost)