Oleh Ida Ayu Ketut Astiti, S.S., M.Pd.
Krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung sejak lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil studi-studi nasional maupun internasional, salah satunya Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa banyak siswa Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana serta menerapkan konsep matematika dasar.
Dalam 10 sampai 15 tahun terakhir, skor PISA tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sekitar 70% siswa usia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum membaca dan matematika.
Setelah pandemi, krisis belajar ini menjadi semakin parah. Hal ini dibuktikan dengan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran.
Hasil riset Kemendikbudristek pada bulan Januari
2020 dan April 2021 pada 3.391 siswa SD di 7 kabupaten/kota di 4 provinsi di Indonesia, menunjukkan untuk literasi, rata-rata learning loss setara dengan 6 bulan belajar. Untuk numerasi, rata-rata learning loss setara 5 bulan belajar.
Bahkan di daerah-daerah tertinggal learning loss mencapai 10 bulan belajar. Krisis pembelajaran ini membutuhkan solusi-solusi yang bisa mengejar ketertinggalan baik dalam numerasi maupun literasi.
Penyederhanaan kurikulum dalam bentuk kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat) yang ditawarkan Kemendikbudristek sejak 2020 efektif memitigasi learning loss pada masa pandemi Covid-19. Sekitar 31 % sekolah menggunakan kurikulum darurat di masa pandemi.
Hasilnya sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum darurat mengalami learning
loss hanya 1 bulan dibandingkan sekolah yang
menerapkan kurikulum 2013 secara utuh. Hal ini
menunjukkan bahwa kepadatan materi tidak memiliki dampak positif terhadap mutu pembelajaran.
Justru semakin ringkas, semakin sederhana dan fleksibel berdampak baik pada pemahaman materi secara lebih mendalam dan bermakna sehingga mampu mengatasi learning loss. Peluncuran kurikulum merdeka oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim merupakan solusi dalam mengatasi krisis pembelajaran.
Kurikulum merdeka juga berhubungan langsung dengan akselerasi mutu pembelajaran dan kualitas guru melalui platform merdeka mengajar. Sejak tahun
ajaran 2021/2022, kurikulum merdeka telah diimplementasikan di 2.500 sekolah Penggerak dan
901 SMK Pusat Keunggulan di seluruh Indonesia
sebagai bagian dari pembelajaran dengan paradigma baru.
Sedikitnya ada tiga perubahan implementasi kurikulum yang ditawarkan dalam kurikulum merdeka,
yaitu (1) lebih sederhana dan mendalam karena fokus pada materi yang esensial dan pengembangan
kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan. (2) Lebih merdeka, artinya bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik bebas memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Guru bisa mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik. Sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik. (3) Lebih relevan dan interaktif, artinya, pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan proyek untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi
profil Pelajar Pancasila.
Meskipun kurikulum merdeka telah diluncurkan, dalam pemulihan pembelajaran, sekolah diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang akan diimplementasikan mulai tahun ajaran 2022/2023. Ada 3 pilihan yang bisa dilakukan sekolah sesuai dengan kesiapannya setelah mengetahui hasil angket evalusi diri yang disiapkan oleh pemerintah.
Pertama, sekolah bisa menggunakan kurikulum 2013 secara penuh. Kedua, sekolah boleh menggunakan kurikulum darurat yaitu kurikulum 2013 yang disederhanakan. Ketiga, sekolah boleh menggunakan kurikulum merdeka.
Dalam penerapan kurikulum merdeka, Kemendikbudristek menyediakan platform digital
bagi guru yang menyediakan beragam perangkat
ajar serta pelatihan dan penyediaan berupa
buku teks dan bahan ajar. Sekolah juga bisa
melakukan pengadaan buku teks secara mandiri.
Pelatihan dan penyediaan sumber belajar guru,
kepala sekolah dan pemda dilakukan melalui
micro learning di aplikasi digital. Pemerintah
menyediakan berbagai narasumber dalam pelatihan kurikulum merdeka, misalnya melalui pengimbasan dari sekolah penggerak.
Penulis, Guru Penggerak SMP Negeri 1 Mengwi