MANGUPURA, BALIPOST.com – Berwisata sambil konservasi, masih jarang ditemui saat ini. Namun tak demikian dengan kawasan ekowisata mangrove, Desa Adat, Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung. Di sana, berwisata edukasi dilakukan dengan menyusuri mangrove sambil ikut menjaga lingkungan lewat menanam mangrove.
Menurut Bandesa Adat Kedonganan, dr. I Wayan Mertha, SE., MSi., di kawasan ini, pengunjung dapat menikmati kegiatan wisata dengan memanfaatkan keragaman hutan mangrove sebagai daya tarik utama. Sebelumnya, kawasan ini memang disiapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama para nelayan yang ada di pantai timur Kedonganan.
“Konsepnya ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan. Seperti ekomangrove tour atau sightseeing, yang mana para wisatawan atau pengunjung diperkenalkan pada kegiatan untuk menelusuri mangrove yang Total luas yaitu adalah 22 hektare yang ada di desa adat Kedonganan,” kata Mertha, Minggu (13/3).
Hutan ini, kata dia, sebetulnya adalah bagian dari Tahura Ngurah Rai. Selain itu, ada juga kegiatan lain yang dilakukan salah satunya adalah penanaman mangrove. “Karena konsep dari ekomangrove ini sebetulnya mengadopsi kegiatan wisata ekologi atau ecotourism. Jadi ada beberapa prinsip di sana, yang pertama adalah konservasi dan yang kedua ada edukasi, dan yang ketiga adalah manfaat bagi masyarakat lokal,” ucapnya.
Namun, saat ini ada sejumlah kendala dalam pengembangan ekomangrove ini. Salah satunya, akses di dalam kawasan yang masih belum ada.
Pihaknya berencana untuk membuat jalan inspeksi dari bambu menuju lokasi pos pemantauan, untuk mempermudah menjangkau lokasi Perahu. Pasalnya, selama ini, kondisi pasang surut air, yang tidak bisa diprediksi. “Kami berencana akan membuat jalan inspeksi menuju lokasi pos pantau, untuk mempermudah akses pengunjung menuju perahu sebelum melakukan ekomangrove tour,” katanya.
Untuk saat ini lanjut dia, pengembangan ekomangrove, baru bisa dilakukan bertahap. Yang pertama baru bisa dilakukan adalah aktivitas yang terkait dengan konservasi atau kegiatan menjaga kebersihan mangrove. Pelestarian mangrove ini menurutnya justru menjadi daya tarik utama dari kegiatan wisata ekomangrove. “Kami punya program tadinya setiap seminggu dua kali membersihkan mangrove ini dari sampah, terutama sampah plastik. Bahkan pada awal-awalnya itu sampai 4 ton sampah plastik berhasil kita bersihkan dari areal mangrove,” bebernya.
Saat ini lanjut dia, juga sedang dilakukan penambahan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Tak hanya itu, sebagai upaya edukasi pada siswa, dirancang wisata pendidikan ekomangrove melalui kerjasama dengan pimpinan SD maupun SMP dan SMA, yang ada di Kedonganan.
Terkait Bali menjadi lokasi tuan rumah KTT G20, kegiatan wisata mangrove ini bisa menjadi alternatif kunjungan bagi delegasi. Mengingat salah satu isu yang diangkat dalam G20 itu terkait pelestarian hutan.
“Kami kebetulan dari awal punya aktivitas konservasi mangrove. Jadi ada dua, pertama adalah membersihkan dan yang kedua adalah menanam mangrove. Kami sangat siap apabila memang nantinya ada ketertarikan dari para delegasi untuk melihat masyarakat lokal melakukan aktivitas konservasi terhadap hutan mangrove,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)