DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak seminggu diberlakukannya bebas karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang masuk Bali, Gubernur Bali, Wayan Koster menyebut terdapat 5.000 kedatangan atau wisatawan mancanegara ke Bali. Kondisi ini sedikit tidaknya mulai memberikan dampak bagi pariwisata dan ekonomi Bali.
Seperti diakui Marketing and Communication Manager Merusaka Hotel, Dady Primady. Diaa mengatakan, sudah mulai banyak pertanyaan dan permintaan paket harga. “Karena memang promosi yang kami tawarkan juga dinamis mengikuti aturan yang diterapkan oleh pemerintahan,” ujarnya.
Sebagai salah satu hotel yang berada di Kawasan ITDC, ia mengatakan okupansi harian belum meningkat sehingga pemanggilan karaawan yang dirumahkan belum bisa dilakukan. “Mungkin ke
depannya saya berharap kalau sudah terlihat occupancy di atas 20% – 25% dan stabil memungkinkan untuk kami bisa tahap demi tahap memanggil kembali karyawan yang dirumahkan,” jelasnya.
Hotel Manager Sofitel Bali Nusa Dua Agus Astawa mengatakan, dengan dibukanya penerbangan internasional dan tidak ada karantina, sangat berdampak pada pariwisata Bali. “Sudah ada tamu internasional yang menginap, yang mana
sebelumnya hanya domestik, bahkan per hari ini kami
sudah ada booking-an dengan kedatangan Jetstar,” ujarnya.
Diakui okupansinya sudah mulai meningkat tidak
hanya tamu domestik tapi juga tamu internasional. Di antaranya dari Australia, Singapura, Korea, Hongkong.
“Mostly Australia dan Singapura dan Australia juga sudah buka penerbangan seperti dari Jetstar, SQ (Singapore Airlines, red),” imbuhnya.
Astawa mengatakan sudah ada permintaan terkait
meeting, weeding internasional, MICE baik yang
terkait dengan G20 maupun exhibiton–exhibition
perusahaan dari luar negeri. Dua tahun pandemi, Sofitel diakui tidak ada merumahkan karyawan dan mereka bekerja secara reguler. Sehingga mereka dikatakan onboard ketika tamu sudah mulai ramai.
“Kami tetap mengikuti syarat PCR dua kali, yaitu saat sampai di Bali dan di hari ketiga di Bali, setelah itu baru tamu bisa melakukan traveling ke luar Bali,” ujarnya.
Sementaranya The Alantara Hotel yang berlokasi di Sanur juga berdampak terhadap kelonggaran kebijakan dari pemerintah. GM The Alantara Sanur, Agung Putra mengatakan sudah mulai ada booking hotel yang masuk. “Untuk Booking-an, Astungkara sudah menunjukkan dampak positif,” ujarnya.
Meskipun dari segi okupansi, ia belum bisa
melihat dampaknya pada bulan ini namun dampaknya sudah terlihat untuk tiga bulan ke depan. Karena market The Alantara Sanur adalah Eropa, musim liburannya dimulai pada Mei sehingga okupansi mulai merangkak naik pada Juli.
Desa Wisata Menggeliat
Sementara Ketua Forum Komunikasi Desa
Wisata Bali Made Mendra Astawa, Senin (14/3)
mengatakan, lesunya pariwisata karena
dampak pandemi membuat aktivitas di desa wisata menggeliat. Terlihat dari jumlah desa wisata yang sebelum pandemi berjumlah 179, menjadi 197 dalam kurun 2 tahun pandemi.
“Secara prinsip desa dalam posisi lebih menggeliat dibanding kawasan destinasi lainnya karen aada perubahan masyarakat pariwisata ke desa,
yang memicu setiap desa membangun potensi
yang ada, dimana SDM unggul sudah pulang ke
desa untuk membangun perekonomian,” ujarnya.
Menurutnya, di balik lesunya pariwisata, ada
peluang pertanian dan potensi ekonomi kreatif yang
bangkit. “Sebenaranya pariwisata dan
pertanian adalah dua hal yang saling terkait,
karena pertanian memberikan sebuah aturan
budaya untuk tatanan hidup masyarakat Bali,
yang akhirnya menciptakan budaya. Dari budaya
yang menarik menjadikan tontonan, atau modal
pariwisata,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)