Ida Bagus Gumilang Galih Sakti, S.H., M.H. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Belakangan jagat maya selain dihangatkan perbincangan soal minyak goreng, juga dihebohkan fakta investasi bodong dengan berbagai macam produk. Hingga muncul para “crazy rich” pamer harta benda, termasuk bagi-bagi duit guna menarik calon investor.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejatinya sudah melakukan inventarisasi soal investasi bodong. Bahkan nama-nama investasi bodong terpapar jelas dan dibuatkan baliho besar dan dipajang, salah satunya di Lapangan Niti Mandala, Renon, Denpasar. Namun pola investasi ini cepat bermutasi dengan tawaran produk lain yang menggiurkan, hingga banyak masyarakat tergiur.

Banyak investor merogoh koceknya, berharap mereka bisa untung besar secara instan. Tak ayal dengan berbagai metode pemasaran dan keuntungan, investasi bodong ini tumbuh dan bermutasi seperti virus. Di sinilah peran OJK, khususnya dalam hal pengawasan sangat dibutuhkan.

Bak fenomena gunung es, akhirnya investor menjadi korban dan dananya tak jelas hingga korban melapor ke polisi. Di Bali sendiri, kasus investasi banyak yang sudah dilaporkan ke Polda Bali. Beberapa di antaranya sudah masuk pengadilan.

Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa, Rabu (16/3) menyatakan bahwa pihaknya sudah pernah menyidangkan investasi bodong. Dalilnya adalah arisan dengan nama Rambut Sedana.

Pelakunya sudah dihukum tiga tahun dan lima bulan penjara. Karena penawaran Rambut Sedana itu via WhatsApp Group dan disiarkan melalui medsos, maka pelakunya dikenakan UU ITE.

Dalam persidangan, memang majelis hakim menilai bahwa arisan ini pola kerjanya sama dengan investasi bodong. Selain itu, banyak investasi diduga bodong saat ini sedang berproses di Polda Bali. Tidak hanya miliaran, dari banyak korban bahkan dikabarkan sudah ada nilainya triliunan rupiah.

Baca juga:  Pariwisata Masih Diminati, Di 2017 Investasi Tumbuh 31 Persen

Praktisi hukum, Ida Bagus Gumilang Galih Sakti, S.H., M.H., berpendapat bahwa umumnya investasi bodong memberikan iming-iming bahkan paksaan agar calon investor mau menanamkan modal. “Investasi bodong memanfaatkan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap investasi dengan menjanjikan keuntungan yang besar. Jenis investasi bodong ini bisa bermutasi menjadi bentuk atau program apapun, namun jenisnya tetap sama,” ucap IB Sakti.

Cirinya, menawarkan keuntungan terlampau tinggi dalam waktu singkat (instan), tidak memiliki legalitas, cara penjualan tidak resmi, diminta mencari nasabah baru atau bergantung pada investor baru dan menjual nama tokoh terkenal. Lanjut IB Sakti, secara aturan tindak pidana penipuan, apapun kedok yang digunakan, termasuk kedok investasi, diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Investasi bodong ini bermutasi seperti virus. Mereka selalu dapat menemukan cara baru untuk menipu investor. “Saya ambil contoh robot trading. Mereka memadukan sistem ponzi atau piramida dengan teknologi yang berkedok investasi robot trading dengan keuntungan fantastis perharinya. Padahal robot tersebut tidak pernah ada, dan tidak pernah dilakukan trading walupun ada aplikasi dan grafik yang kita lihat. Tapi itu merupakan kamuflase penipuan, karena masyarakat masih awam dengan trading,”ujarnya.

Jadi menganggap itu adalah trading sebenarnya. Logikanya mana ada orang mau susah-susah cari member/investor untuk mengajak orang lain kaya, kalau tidak ada keuntungan untuk mereka. Dengan adanya investor baru maka robot trading ini, kata dia, akan tetap bekerja, jika tidak maka tidak akan ada uang yang dibayarkan kepada member di atasnya, maka kita mulai mendapati uang kita tak bisa ditarik. ”Para upline akan mengatakan bahwa sistem sedang eror dan lain-lain dan mulai mengalami kekalahan dalam trading hingga akhirnya uang kita hilang,” beber Sakti.

Baca juga:  Ciamik! BRI Raih Penghargaan Best Wealth Management Bank in Indonesia

Pola pencegahannya, lanjut dia, OJK harus gencar memeberikan edukasi mengenai ciri-ciri investasi bodong. Sekarang jaman sudah canggih, selain melakukan edukasi secara konvensional, lakukan juga dengan media masa, seperti ikan di televisi, koran, media sosial, dan banyak lagi media elektronik yang bisa dilakukan untuk melakukan sosialisasi.

“Jangan lelah mengedukasi karena investasi bodong ini bermutasi dan akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi,” sebutnya.

Soal yudikatif, aparat penegak hukum agar dapat bertindak dengan cepat untuk membekukan aset-aset dari pelaku penipuan, baik itu berupa tabungan atau benda-benda yang dibeli dari hasil menjalankan investasi bodong. Sejatinya para korban selain dapat melaporkan secara pidana, juga dapat menempuh jalur perdata untuk mendapatkan kembali ganti kerugian. Permohonan ganti kerugian dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan class action. Jika aset itu telah diamankan peluang untuk mendapatkan ganti kerugian masih terbuka lebar.

Praktisi hukum lainnya, Edy Hartaka, mengatakan investasi bodong sejatinya setiap tahun semakin meningkat dan marak terjadi. “Hal-hal yang perlu dilakukan menurut saya adalah pemerintah harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pemahaman investasi,” ucap Edy.

Baca juga:  Terdengar Tembakan, Trump Hentikan Pidato di Pennsylvania

Dengan adanya edukasi, diharapkan pemahaman masyarakat terhadap investasi bisa meningkat. Jika masyarakat sudah lebih pintar, para pelaku investasi bodong akan kesulitan mendapatkan nasabah dan investasi bodong bisa berkurang dengan sendirinya.

“Saya rasa pemerintah telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk menyosialisasikan kepada masyarakat di berbagai daerah mengenai bahaya investasi bodong. Dalam rangka untuk perlindungan masyarakat agar mereka lebih mengetahui dan paham mengenai produk-produk keuangan,” jelasnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga harus memblokir situs-situs website yang dirasa mencurigakan dan ini juga perlu memang peningkatan proses hukum kepada para pelaku ini, sehingga bisa memberikan efek jera kepada para pelaku.

UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, wewenang dan tugas OJK adalah mengawasi “Lembaga Jasa Keuangan (LJK)” di sektor pasar modal, sektor industri keuangan non bank (seperti: asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiyaan, dll) dan sejak tahun 2014 OJK juga telah mengawasi sektor perbankan (Bank Umum dan BPR).

Perusahaan atau pihak yang melakukan penawaran investasi ilegal hampir sebagian besar bukanlah dari LJK, sehingga perusahaan atau pihak tersebut tidak terdaftar dan diawasi oleh OJK. Dengan demikian OJK-pun tidak dapat memastikan aspek legalitas dari perusahaan tersebut.

“Maka apabila ada Kasus-kasus demikian, maka pengaduan masyarakat terkait investasi ilegal harus melaporkan ke OJK dan OJK segera koordinasikan dengan Satgas Waspada Investasi untuk penanganannya kasus tersebut,” ucap Edy Hartaka. (Miasa/balipost)

BAGIKAN