Eka Wiryastuti. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam gelar kasus dugaan korupsi pengurusan dana insentif daerah (DID) Tabanan pada 2018, Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar membeberkan awal terjadinya kasus itu pada Kamis (24/3) dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube KPK RI. Salah satunya menyangkut “dana adat istiadat” yang disetujui oleh NPEW (Ni Putu Eka Wiryastuti) saat itu menjabat sebagai Bupati Tabanan periode 2016-2021.

Dikatakan Lili, dalam kasus DID Tabanan 2018 ini ada 3 orang ditetapkan tersangka. Yaitu NPEW, IDNW (I Dewa Nyoman Wiratmaja) yang merupakan seorang dosen di Unud, dan RS (Rifa Surya) yang merupakan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II di Kementerian Keuangan pada 2017.

NPEW dan IDNW sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Sedangkan RS sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Baca juga:  Sempat Populer Tahun 30-an, Jangger Khas Menyali Kembali Dipentaskan

“KPK sangat menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pada Dana Insentif Daerah yang semestiya bisa digunakan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan demi kesejahteraan masyarakat Tabanan,” sebut Lili.

Ia pun mengatakan KPK mengingatkan kepada seluruh Penyelenggara Negara dan para pihak yang diberikan amanah untuk melaksanakan pembangunan dengan menggunakan uang Negara, agar menerapkan tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntable, dan bebas dari korupsi.

Sebelumnya, Lili mengatakan dalam melaksanakan tugasnya, NPEW mengangkat IDNW sebagai staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan. Lalu, sekitar Agustus 2017, ada inisiatif Eka untuk mengajukan permohonan Dana Insentif Daerah (DID) dari Pemerintah Pusat senilai Rp 65 miliar.

Baca juga:  Trump Ingin Lockdown di AS Secepatnya Dicabut

Untuk merealisasikan keinginannya tersebut, NPEW memerintahkan IDNW menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi permohonan pengajuan dana DID dimaksud dan menemui serta berkomunikasi dengan beberapa pihak yang dapat memuluskan usulan tersebut. Adapun pihak yang ditemui IDNW yaitu Yaya Purnomo dan RS yang diduga memiliki kewenangan dan dapat mengawal usulan dana DID untuk Kabupaten Tabanan tahun 2018.

Yaya dan RS kemudian diduga mengajukan syarat khusus untuk mengawal usulan Dana DID pada IDNW dengan meminta sejumlah uang sebagai fee dengan sebutan “dana adat istiadat.”

Permintaan ini lalu diteruskan ke Eka NPEW dan mendapat persetujuan. “Nilai fee yang ditentukan oleh Yaya Purnomo dan Tsk RS diduga sebesar 2,5% dari alokasi dana DID yang nantinya akan didapat oleh Kabupaten Tabanan di Tahun Anggaran 2018,” sebut Lili.

Baca juga:  Pura Taman Pacampuhan Sala, Dilengkapi 9 Pancuran dari Mata Air Berbeda

Selanjutnya sekitar Agustus sampai Desember 2017, diduga dilakukan penyerahan uang secara bertahap oleh IDNW pada Yaya Purnomo dan RS di salah satu hotel di Jakarta. Disebutkan, pemberian uang oleh NPEW melalui IDNW diduga sejumlah sekitar Rp600 juta dan USD 55.300. “Saat ini Tim Penyidik masih akan terus melakukan pendalaman dugaan adanya aliran uang pada pihak-pihak lain yang diduga juga punya andil dalam pengurusan dana DID untuk Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2018,” ujarnya.

Untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai 24 Maret 2022 sampai dengan 12 April 2022. “NPEW ditahan di Rutan Polda Metro Jaya dan IDNW ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” imbuhnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN