Oleh Anak Agung Istri Agung Widyawati
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terusmenerus dalam jangka waktu tertentu. Pengendalian inflasi menjadi aspek kebijakan publik yang penting, karena berpengaruh terhadap menurunnya daya beli masyarakat.
Turunnya daya beli berarti turunnya kemampuan masyarakat untuk mendapatkan
barang/jasa yang diperlukan, sehingga berdampak antara lain meningkatnya kemiskinan. Penduduk miskin merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kenaikan harga, terutama harga bahan makanan.
Oleh sebab itu kebijakan yang tepat dalam mengendalikan inflasi menjadi sangat penting di tengah kehidupan masyarakat yang semakin berat akibat pandemi. Berdasarkan data BPS, pada September 2021 terjadi inflasi sebesar 1,60% (yoy) meskipun mengalami peningkatan
dibandingkan bulan sebelumnya (1,59% yoy), realisasi inflasi bulan September 2021 masih berada di bawah kisaran sasaran inflasi 2021 (3% ±1%). Peningkatan inflasi ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih terganggu/terbatas sekalipun pelonggaran PPKM telah mulai dilakukan di sejumlah daerah.
Secara umum, kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mengendalikan inflasi adalah melalui pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Kebijakan tersebut antara lain berupa penguatan ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan, meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing, dan memperkuat infrastruktur yang mendukung pelayanan dasar dan pengembangan ekonomi.
Meskipun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengendalikan
inflasi, pemerintah juga menghadapi berbagai tantangan baru sebagai dampak pandemi. Tantangan tersebut meliputi inflasi bahan pangan (Volatile Food/VF) maupun inflasi pada komoditi yang harganya diatur pemerintah (Administered Price/AP). Sebelum pandemi, inflasi pada umumnya dipicu oleh berbagai komponen serta kelompok pengeluaran termasuk dinamika tarif angkutan dan penyesuaian energi.
Selain itu, inflasi juga disumbangkan dari komponen inti dan kelompok pengeluaran turunannya yang cenderung tetap. Di masa pandemi, di tengah berbagai stimulus kebijakan pemerintah, komponen AP relatif stagnan dan komponen inti pun mengalami periode penurunan yang cukup panjang akibat kontraksi permintaan selama pandemi.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan inflasi selama pandemi cenderung dipicu oleh komponen inflasi VF, yang salah satunya dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas hortikultura. Mengingat bahan pangan menjadi salah satu komponen strategis yang dibutuhkan masyarakat dan mempengaruhi inflasi, maka pemerintah perlu melakukan penguatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) pada komoditas pangan strategis. Kebijakan ini bertujuan mengoptimalkan pasokan pangan yang membutuhkan dukungan berupa penyediaan infrastruktur pertanian pada kawasan sentra produksi pangan termasuk infrastruktur pengendalian banjir.
Selain itu, kebijakan ini juga ditempuh untuk memastikan keterjangkauan harga,
ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan yang berimplikasi pada
pengendalian inflasi. Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah akan berjalan efektif apabila bersinergi dengan berbagai kebijakan pemerintah daerah. Untuk itu diperlukan
kerjasama dan koordinasi secara lintas sektoral maupun antar internal instansi.
Pemerintah daerah juga perlu memiliki Peta Jalan Pengendalian Inflasi yang dilaksanakan secara konsisten untuk memastikan kesinambungan, sinkronisasi dan ketepatan program kerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dengan karakteristik daerah. Peran dan fungsi TPID menjadi semakin penting untuk menyelesaikan masalah terkait pengendalian inflasi secara efektif, mengoptimalkan kebijakan dalam upaya menjaga daya beli masyarakat
serta mendorong perangkat daerah untuk melakukan inovasi yang mendukung pengendalian inflasi.
Penulis, Analis Kebijakan pada Badan Litbang Kabupaten Badung