Warga saat membawa banten tegeh untuk dihaturkan dalam Usaba Sri. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Tradisi dan budaya yang dimiliki desa adat di Karangasem cukup beragam. Tradisi tersebut hingga kini masih tetap dilestarikan oleh desa setempat. Seperti tradisi yang ada di Desa Adat Kastala, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Desa adat setempat memiliki tradisi Usaba Sri.

Bendesa Adat Kastala, I Nyoman Ganti, upacara tersebut dilakukan setahun sekali, tepatnya pada rahina Purnama Kadasa, atau menurut kalender di sana rahina Purnama Katiga. Upacara Usaba Sri
ini bertujuan untuk memohon hasil pertanian agar berhasil.

Baca juga:  Jalur Evakuasi Laut Disiapkan, 32 Perahu Siap di Padangbai

“Upacara ini diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Adat Kastala ikut untuk melakukan persembahyangan di Pura Gunung Sari, Desa Adat Kastala,” ucapnya.

Ganti menambahkan, Usaba Sri ini merupakan warisan leluhur yang sudah dilaksanakan sejak dahulu kala hingga saat ini masih tetap dijalankan. Puluhan
tahun lalu, masyarakat di sana sempat tidak
melaksanakan upacara tersebut, dan hasilnya, para petani gagal panen.

Itu ditandai ketika kulkul di pura tersebut bersuara tanpa ada orang yang memukul. “Jika Usaba Sri tersebut dilakukan, itu diyakini bisa membuat hasil
pertanian di sana mampu bertahan hingga panen,”
jelasnya.

Baca juga:  Desa Buwit Rancang Kawasan Desa Wisata

Dia menjelaskan, dengan adanya pengalaman itu, maka Usaba Sri menjadi rutin setiap tahunnya dan terbukti, semenjak dilaksanakan Usaba Sri, kulkul
tersebut tidak pernah bersuara lagi, dan yang terpenting hasil pertanian di sana aman sampai
panen. “Sekarang astungkara, apa yang diminta pasti mupu (panen),” tandasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, dalam usaba tersebut ada hal yang unik, yaitu banten tegeh. Bahkan ada yang tingginya mencapai dua meter.

Baca juga:  Bedah Buku “Padma Bhuwana Bali", Cok Ace Ungkap Pariwisata Dikembangkan dengan Asta Dewata

Dalam banten tersebut berisi isi bumi, yakni pala bungkah, pala gantung, dan pala wija. Dan dalam upacara tersebut diharuskan ada banten yang berukuran tinggi. “Itu bertujuan supaya tidak lupa dengan leluhur, karena banten seperti itu dihaturkan oleh para leluhur terdahulu,” imbuhnya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN