BANGLI, BALIPOST.com – Gandrung Pingit yang ada di Desa Adat Abangsongan, Kecamatan Kintamani hingga saat ini masih tetap lestari. Tarian ini termasuk tari sakral dan hanya dipentaskan saat ada upacara di wewidangan Desa Adat Abangsongan.
Bendesa Adat Abangsongan, I Made Dibia mengungkapkan tari Gandrung Pingit di Desa Adat Abangsongan sudah ada sejak lama. Sewaktu dirinya masih kecil tarian itu sudah ada. Konon tari Gandrung Pingit diciptakan atas petunjuk niskala sebagai penangkal wabah penyakit grubug.
Kata Dibia, dahulu tarian ini ditarikan oleh beberapa orang laki-laki. Busananya sederhana. Penarinya memakai gelungan dan rambut yang terbuat dari praksok. Seiring berjalannya waktu, tari Gandrung Pingit ditarikan perempuan.
Seperti tari joged, saat pementasannya tari Gandrung Pingit juga ada pengibing-nya. Bedanya pengibing tari Gandrung Pingit disiapkan oleh Sekaa yang membawakan tarian tersebut. Bukan dari kalangan penonton. “Karena supaya pengibingnya bisa menari mengikuti irama gamelannya,” kata Dibia.
Tari Gandrung Pingit kata Dibia termasuk salah satu tari sakral. Tarian ini biasanya ditarikan saat ada upacara seperti piodalan atau ketika ada warga yang ngaturang sesangi. “Saat awal pandemi Covid-19, dari desa sempat mengadakan pementsan tarian ini dengan harapan wabah Corona segera berakhir. Karena sesuai sejarahnya memang munculnya tarian ini untuk menangkal wabah,” ungkapnya.
Kata Dibia saat ini terdapat dua sekaa yang melestarikan tari Gandrung Pingit di Desa Adat Abangsongan. Penarinya kebanyakan anak-anak.
Dalam upaya menjaga kelestarian tarian tersebut, diakui Dibia pihaknya di Desa Adat Abangsongan sejauh ini belum membuat program seperti pembinaan. Upaya yang dilakukan agar tarian tersebut tetap bisa lestari adalah dengan sering mengundang Sekaa tari Gandrung yang ada untuk ikut ngayah di Pura ketika dilaksanakan upacara.
Di samping itu desa adat juga terus menekankan agar tari Gandrung Pingit tetap dibawakan sesuai pakem. “Dengan demikian makin sering ditarikan maka tarian itu dapat terus terpelihara dan lestari,” kata pensiunan guru SMAN 1 Singaraja tersebut. (Dayu Swasrina/balipost)