DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang perkara dugaan korupsi dengan memanipulasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada salah satu bank BUMN di Denpasar, dengan terdakwa Riza Kerta Yudha Negara (33), Kamis (31/3) memeriksa penerima aliran dana. Juga dari salah satu kabid di Dukcapil Kota Denpasar.
JPU I Made Agus Mahendra Iswara, Mia Fida dkk., di hadapan majelis hakim tipikor pimpinan I Putu Gede Novyarta, awalnya mendudukkan mantan pacar terdakwa, Ni Luh Budi sebagi saksi dan juga adik terdakwa bernama Ayu Risma Damayanthi. Dalam dakwaan JPU, selain aliran dana masuk ke Sukeni Rp 2.721.108.153,58, Udin Rp 19.250.000, Yudi Rp 52.550.000 ada juga ke saksi Ni Luh Budi sebesar Rp 165.600.000 dan Ayu Risma Damayanti Rp 41.430.000.
Inilah yang dikejar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Dari keterangan saksi ini, terungkap di Pengadilan Tipikor Denpasar bahwa dana yang digunakan terdakwa ada ditransaksikan di tempat hiburan malam (TMH) dan Spa.
Saksi Luh Budi juga mengakui bahwa ada transaksi yang mengalir ke rekeningnya. Dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi, baik berbelanja maupun soal asuransi.
JPU Iswara sempat mengejar soal tagihan ponsel atas nama saksi sembari menyebut nomor teleponnya. Namun saksi mengaku tidak mengetahui soal itu.
Namun pemberian yang salah satunya jam tangan, dikatakan saksi sudah dikembalikan. Saat jaksa menyinggung sekali makan bisa habis sejuta hingga dua juga dalam sepekan, saksi mengakui sering ikut berbelanja namun tidak diketahui asal muasal uangnya. Namun demikian, soal ke TMH dan Spa dia mengetahuinya transaksi pembayaran tersebut.
Atas kesaksian itu, kuasa hukum terdakwa I Putu Angga Pratama Sukma, S.H.,M.H., Made Mastra Arjawa, dkk., meminta para pihak yang turut serta terkait tindak pidana korupsi ini, semestinya ikut bertanggungjawab. “Mereka yang menerima aliran dana sekiranya patut juga diturutsertakan dalam perkara ini,” tandas Angga Pratama.
Lanjut dia, fakta persidangan, keterangan saksi dan bahkan beberapa saksi diakui ada beberapa transaksi ke rekening pribadi saksi salah satunya Luh Budi. “Kan jelas, sesuai keterangan saksi tadi, ada digunakan keperluan pribadi, baik makan, bayar telepon, asuransi dan lainnya,” sebut Angga.
Selain itu, dari rekening Ni Luh Budi ada yang ditransfer ke Sukeni.
Sementara saksi Ni Luh Lely Sriadi S.Sos., tak kalah seru. Prinsip kehati-hatian bank dalam hal ini sangat dibutuhkan.
Dari keterangan saksi, dari 148 transaksi atau memfasilitasi 148 pengajuan kredit KUR dengan perjanjian yang tidak dilengkapi dengan pemenuhan persyaratan, hanya satu nomor induknya tercatat di Disdukcapil Kota Denpasar. Dan itu pun orangnya sudah meninggal. “Lantas, apakah selain satu dari 148 itu nomornya palsu,” tanya hakim Nelson.
Saksi tidak mau menyebut itu palsu atau tidak. Yang saksi ketahui, jika nomornya riil, bisa terakses (terbaca) oleh operator. (Miasa/balipost)