Tangkapan layar Manager Riset Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) Gita Gusnadi dalam "Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Cukai MBDK", Kamis (31/3/2022). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebesar 20 persen dapat menurunkan konsumsi MBDK hingga 24 persen. Hal itu disebutkan Manager Riset Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) Gita Gusnadi, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (31/3).

Penurunan tingkat konsumsi tersebut diperkirakan dapat menurunkan risiko obesitas dan diabetes di Indonesia. “Penerapan cukai ini dapat mendorong masyarakat melakukan perubahan perilaku, dan juga membantu mereka, terutama kelompok rentan seperti masyarakat berpenghasilan ke bawah dan anak-anak, untuk mengurangi akses terhadap produk membahayakan,” kata Gita dalam Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Cukai MBDK secara daring yang dipantau di Jakarta.

Baca juga:  Masih Tinggi, Penambahan Kasus Positif COVID-19 di Bali

Menurutnya, konsumsi MBDK Indonesia melonjak hingga 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir hingga Indonesia menjadi negara dengan konsumsi MBDK tertinggi ketiga di Asia Tenggara.

Peningkatan konsumsi MBDK tersebut juga meningkatkan jumlah pasien obesitas hingga hampir dua kali lipat dalam dua periode yang sama. Gaya hidup orang Indonesia yang terlalu banyak mengkonsumsi MBDK juga menjadi penyebab kedua kematian dan disabilitas secara nasional. “Ini juga berdampak pada beban kesehatan yang ditanggung negara melalui BPJS Kesehatan, sambungnya.

Baca juga:  Tembakau Alternatif Bisa Bantu Pengurangan Konsumsi Rokok Konvensional

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, dalam 3 tahun terakhir terdapat kenaikan pembiayaan untuk diabetes sebesar 8 persen per tahun. Sedangkan dari kurun waktu 2017 sampai 2019, atau dalam waktu hanya dua tahun, terjadi kenaikan pembayaran biaya diabetes hingga 30 persen.

Di tengah COVID-19, penyakit ini bahkan menjadi salah satu penyakit komorbid yang paling banyak menyebabkan kematian pasien positif COVID-19.

Di samping itu, CISDI juga menemukan anak-anak di Indonesia lebih rentan terpapar iklan makanan dan minuman tidak sehat, terutama MBDK, dibandingkan anak-anak dari negara Malaysia, China dan Korea, sehingga 10 anak-anak Indonesia mengonsumsi 1 sampai 6 minuman berpemanis setiap minggunya. “Mengatasi persoalan tersebut, CISDI mendorong agar pemerintah menetapkan kebijakan pengenaan tarif cukai terhadap MBDK,” katanya. (kmb/balipost)

Baca juga:  BUMN Hadir Untuk Negeri, Dirut Garuda Mengajar di SMA Banjarmasin
BAGIKAN