I Nyoman Rutha Ady. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Rutha Ady, S.H., M.H.

Lepas dari konsentrasi mengurus serangan pandemi Covid-19 selama dua tahun sejak 2020, pemerintah Indonesia ternyata belum bisa lepas sama sekali
dari persoalan yang dihadapi saat ini dan tidak kalah rumitnya sehingga menguras banyak energi pikiran dan finansial. Seperti rencana mewujudkan proyek besar Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur sebagai pusat pemerintahan baru, meningkatnya harga-harga sembako (sembilan kebutuhan pokok) yang diawali dengan kelangkaan minyak goreng di pasaran hingga hiruk-pikuk penjadwalan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Negara besar, berpenduduk besar tentu wajar memiliki persoalan besar. Tentu saja muncul pertanyaan mendasar berkaitan dengan kewajiban negara untuk memenuhi hajat hidup orang banyak atau warga negara sebagaimana kalimat yang tercantum pada pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. “Kenapa dalam usia kemerdekaan yang mendekati 77 tahun jini Indonesia seperti tidak mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah klasik kelangkaan dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat setiap menjelang hari raya?”.

Baca juga:  Literasi dan Kepatuhan Wajib Pajak

Ini memang pertanyaan mendasar yang memerlukan jawaban dari otoritas negara secara proporsional dan tidak boleh menyalahkan pihak-pihak yang menyampaikan pertanyaan tersebut. Buktinya rakyat dewasa ini sedang kebingungan untuk mendapatkan seliter minyak goreng.

Ironisnya ketika rakyat terutama ibu-ibu antre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng, ternyata di beberapa tempat tersimpan secara sembunyi-sembunyi jutaan liter minyak goreng di gudang-gudang milik oknum penimbun yang tidak bertanggung jawab. Fenomena seperti ini hampir terjadi setiap tahun ketika rakyat menyongsong hari raya besar keagamaan.

Sementara rakyat semakin sulit untuk mendapatkan kebutuhan pokok dan juga tidak mampu menjangkau harga-harga yang terus naik. Berbeda dengan hiruk-pikuk pembangunan IKN yang sudah mulai dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur. Dari beberapa agenda awal yang sudah berjalan, nampaknya pemerintah
sangat optimis proyek mahabesar itu akan bisa
terwujud.

Pendekatan kepada calon-calon investor dari luar negeri untuk berpartisipasi membantu pembangunan IKN terus dilakukan. Prosesi adat dan budaya berupa penyatuan tanah dan air dari seluruh provinsi dii Indonesia telah dibawa oleh para gubernur dan disatukan dalam kendi besar di titik nol IKN.

Baca juga:  PPM Bali Memaknai Nilai 1945 Songsong Pemilu 2024

Sementara itu masalah pandemi Covid-19 juga dinilai masih belum bisa dibilang tuntas. Perhatian dan upaya mengatasi pandemi ini masih harus menjadi pekerjaan besar pemerintah bersama masyarakat untuk mewujudkan rakyat sehat sebagai pondasi utama guna membangun negara yang semakin kuat.

Di balik hiruk-pikuk kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, para elite politik saat ini juga sedang mewacanakan pelaksanaan Pemilu 2024. Bahkan rakyat dibuat bingung ketika muncul pernyataan-pernyataan beberapa pihak yang mengusulkan jadwal pesta demokrasi ditinjau kembali dan wacana jabatan presiden bisa lebih dari dua periode.

Tentu saja dinamika politik ini kembali membuat
rakyat bertanya-tanya. Apakah kepentingan para
elite politik hanya memikirkan kekuasaan saja
tanpa peduli terhadap jeritan rakyat yang sedang
menghadapi fenomena kesulitan ekonomi.

Inilah fakta empiris yang sedang terjadi dan dihadapi
bangsa dan negara setelah atensi, energi dan finansial terkuras. Sumber daya alam yang melimpah di darat
dan lautan serta keunggulan sumber daya alam
seharusnya dikelola secara maksimal untuk
sebesar-besarnya memberikan kontribusi kepada
negara dan rakyat secara berkeadilan.

Baca juga:  Anak dan Masa Depan Bangsa

Sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan, industri serta jasa merupakan potensi besar yang perlu disinergikan dalam sebuah sistem kekuatan ekonomi yang terintegrasi sehingga menjadi sumber
kekayaan bangsa yang maha dahsyat. Tetapi potensi besar tanpa disertai sebuah kejujuran dalam pengelolaannya tentu akan menjadi sumber
petaka.

Pekerjaan rumah pemerintah memang masih menumpuk meskipun begitu banyak permasalahan yang sudah mampu diselesaikan dengan baik. Dalam perspektif hukum, rakyat masih memerlukan pengayoman yang adil ketika tersandung dalam pusaran proses hukum.

Sebagai negara hukum, setiap warga negara berhak
memperoleh pelayanan dan perlindungan hukum
secara berkeadilan tanpa membeda-bedakan
status sosial. Dewasa ini sebagian besar rakyat
masih merasakan adanya proses hukum yang
tebang pilih dan biaya mahal.

Penulis, Pemerhati Masalah Sosial, tinggal di
Legian Kuta

BAGIKAN