DENPASAR, BALIPOST.com – Seiring dengan meredanya kasus COVID-19, beberapa kota di Jawa menggelar turnamen catur secara tatap muka (offline). Sayangnya, pecatur Bali belum ada yang tergerak untuk mengikuti atau berpartisipasi dalam berbagai kejuaraan.
Penyebabnya, kata pelatih tim PON Bali M FIDE Sebastian Simanjuntak, di Denpasar, Minggu (3/4), terkendala biaya mulai transportasi, penginapan, termasuk konsumsi. “Saya kira kalau pecatur Bali ambil bagian dalam berbagai turnamen, tidak ada yang membiayai, dan harus merogoh kocek sendiri ” ungkapnya.
Padahal di berbagai daerah sangat banyak menghelat turnamen,, seperti di Banyuwangi, Solo, Semarang, Boyolali, sampai memperebutkan Piala Ketua MPR, di Gedung MPR Jakarta. “Hanya, pecatur Bali absen karena tidak ada pihak yang membiayai,” ucapnya.
Apalagi, lanjut dia, olahraga asah ptak ini, menuntut atletnya agar senantiasa bertanding, guna menambah jam terbang dan pengalaman bertanding. Karena itu, pihaknya menyarankan supaya ada pihak yang peduli meringankan beban pecatur, misalnya bersedia menanggung biaya 50 persen. “Saya kira pembinaan perlu dilakukan , dengan mengirimkan atlet ke berbagai turnamen,” saran dia.
Bahkan, di daerah juga perlu diselenggarakan kejuaraan. Akibatnya, menurut Sebastian, pecatur Bali berat jika harus bersaing meladeni pecatur nasional.
Apalagi, Porprov Bali 2022 dan Pra PON diadakan 2023, bisa ditebak atletnya tidak jauh dari skuad PON Papua, seperti Kadek IIn Dwijayanti dan Gracelia Paramesti. “Saya ingin regenerasi pecatur,” tuturnya. (Daniel Fajry/balipost)